Warung nasi Padang tampaknya punya saingan serius dalam berkembang biak secara cepat dan menyebar di seluruh penjuru nusantara. Dulu sebetulnya yang jadi pesaing keras nasi Padang adalah warung Tegal atau lebih dikenal dengan warteg. Sekarang yang hebat adalah pecel lele yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur.
Bahkan warung pecel lele "menyerang" nasi Padang langsung di kota Padang itu sendiri serta berbagai kota lainnya di Sumbar. Demikian pula bila kita berkunjung di kota-kota di Riau, pasti gampang menemukan warung pecel lele yang buka mulai sore sampai malam hari di tenda-tenda di pinggir jalan.
Kebetulan saya sebelum memasuki bulan puasa berada di Bukittinggi, Sabtu malam (4/5/2019), dan menemui adanya warung tenda pecel lele tak jauh dari komplek Jam Gadang, ikon wisata Bukittinggi, yang lagi dipenuhi pelanggannya.
Tahun lalu dalam perjalanan darat dari Pekanbaru ke Dumai pulang pergi, saya juga dengan gampang melihat warung pecel lele yang rupanya menjadi favorit bagi mereka yang dalam perjalanan.
Apa sih istimewanya? Yang jelas dari sisi kecepatan pelayanannya, kalah sama nasi Padang, karena makanan yang dipilih pelanggan seperti lele atau ayam, tahu dan tempe, perlu digoreng dulu, meski telah dibumbui.
Justru karena itu, makan pecel lele atau pecel ayam yang disajikan dalam kondisi panas, ditambah sambal tomat dan lalapannya yang nendang banget, ternyata cocok juga dengan lidah urang awak.
Harganya juga relatif terjangkau, sedikit di atas warteg tapi masih sedikit di bawah warung Padang. Maka kombinasi dari rasa yang lezat, penyajiannya dalam kondisi panas dan harga terjangkau, menjadi kunci sukses pecel lele.
Hal itu ditambah lagi dengan jiwa perantau arek-arek Lamongan, tak terbendung lagi, pecel lele pun hadir di mana-mana. Pecel lele sendiri, konon berasal dari kata pecek, yang artinya lauk yang dipenyet dan dibaluri sambal.
Menurut detik.com (6/3/2018), sejarah perantauan anak-anak Lamongan tersebut bermula dari tahun 1965-1966 ketika ada pembersihan orang yang terlibat PKI di Lamongan dan sekitarnya. Kemudian ditambah lagi dengan alasan kurang suburnya tanah di sana, semakin mendorong munculnya budaya merantau.
Memang untuk daerah Jakarta dan sekitarnya, warung pecel lele telah lama berjaya. Namun untuk masuk ke Sumbar, Riau, dan daerah lain di nusantara, tampaknya semakin agresif selama beberapa tahun terakhir ini.
O ya, ada lagi yang menarik perhatian saya tentang warung pecel lele. Lukisan lele, ayam, atau gambar lainnya beserta huruf-huruf yang ada di bentangan kain yang sekaligus berfungsi sebagai pembatas warung tenda, sangat khas dan kelihatannya ada pelukis khusus yang mengerjakan.