Dalam sesi penutup Debat Terbuka Kelima, Sabtu (13/4/2019), Cawapres Sandiaga Uno menyatakan bahwa ia bersama Capres Prabowo tidak akan mengambil gaji satu rupiah pun jika memenangi Pilpres 2019. Tidak mengambil gaji merupakan salah satu bentuk terima kasih Prabowo-Sandi kepada masyarakat Indonesia dan bersyukur kepada Allah.
Apakah Prabowo-Sandi terinspirasi dari Presiden Amerika Serikat saat ini, Donald Trump? Saat berkampanye, Trump juga berjanji tidak akan mengambil gaji bila terpilih menjadi presiden. Trump sudah punya kekayaan yang berlimpah, sehingga tidak heran kalau ia berjanji seperti itu.
Prabowo dan Sandiaga Uno, untuk ukuran Indonesia, juga punya kekayaan yang luar biasa. Maka wajar masyarakat tampaknya tidak kaget dengan janji kampanye tersebut, meskipun kalau nanti terwujud, ini menjadi sejarah baru, pertama kalinya di Indonesia presiden tidak mengambil gaji.
Dapat dimaklumi kenapa tak banyak pro-kontra di media massa terkait janji kampanye tidak menerima gaji tersebut. Tak ada juga yang bertanya kalau begitu makannya dari mana? Pakai hitungan bodoh saja, dari aset sekarang yang dipunyai paslon 02 tersebut bila diambil setiap bulannya untuk keperluan sehari-hari di luar kedinasan (untuk keperluan dinas sudah dibiayai oleh negara), asetnya tidak akan berkurang banyak.
Nah, kalau mau sedikit pakai analisis, rata-rata mereka yang sudah punya aset relatif besar, mengalokasikan sebagian asetnya dibelikan instrumen tertentu yang memberikan imbalan tetap setiap bulan, seperti obligasi atau reksadana khusus yang bersifat pendapatan tetap. Atau yang lebih konvensional berupa deposito di bank papan atas.
Banyak orang kelas atas dari imbalan seperti itu saja, pengeluaran sehari-harinya, bahkan termasuk untuk pengeluaran yang tidak bersifat rutin sudah tertutupi, tanpa mengurangi aset yang dipunyai, karena pokoknya akan kembali utuh. Tentu saja mereka memilih tingkat imbalan yang lebih tinggi dibanding laju inflasi agar daya beli mereka tidak berkurang.
Atau boleh pula berandai-andai, meskipun seorang pejabat publik harus keluar dari struktur manajemen perusahaan yang dimilikinya, tapi kemungkinan perusahaan milik sang pejabat akan mengalami perkembangan yang pesat selama "dekat" dengan pusat kekuasaan, dengan catatan secara tata kelola tetap memenuhi ketentuan yang berlaku agar tidak tersandung kasus hukum.
Hal tersebut akan terkonfirmasi dengan persepsi publik yang positif berupa kenaikan harga saham bila perusahaan yang dikaitkan dengan pejabat telah berstatus terbuka. Satu contoh, ketika pasangan Anies-Sandi menang di pilkada DKI Jakarta, harga saham Saratoga yang ada kaitan dengan Sandi, sempat melejit 24 persen pada tanggal 20/4/2017 (sehari setelah pilkada putaran kedua), sesuai berita dari katadata.co.id (20/4/2017).
Jadi, jelaslah kenapa janji kampanye tidak akan mengambil gaji tersebut, tidak terlalu banyak "dijual" oleh tim sukses Prabowo-Sandi, karena mungkin menyadari hal ini sebagai janji yang paling mudah dipenuhi, tidak ada hambatan apapaun selain kemauan pribadi Prabowo dan Sandiaga.
Tim sukses Jokowi-Ma'ruf pun tidak terdengar mengkritisi janji kampanye dari kubu pesaingnya itu, mungkin karena memahami hal itu merupakan program yang baik-baik saja. Tidak ada perdebatan, semua legowo.