Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Memakmurkan Masjid, Cara Masjid Jogokariyan Yogyakarta Pantas Ditiru

Diperbarui: 12 Mei 2019   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Jogokariyan (suaramasjid.com)

Masjid Jogokariyan yang berada di Yogyakarta bukanlah masjid agung atau masjid raya. Bangunan masjidnya yang terdiri dari tiga lantai di atas tanah seluas 700 m2 secara arsitektur juga relatif biasa saja, tidak menerbitkan hasrat para pengunjung untuk berfoto.

Saya sendiri belum berkesempatan untuk datang langsung ke masjid tersebut. Tapi kesuksesan pengurusnya dalam memakmurkan masjid yang saya baca di media sosial dan berikutnya saya lacak dari berbagai media daring, sungguh luar biasa dan pantas ditiru oleh masjid lain.

Biasanya di sebuah masjid lazim dipasang papan pengumuman yang berisikan laporan kas masuk dan kas keluar pengurusan masjid. Tentu saja ini merupakan hal yang bagus, wujud dari prinsip transparansi bagi para jamaah yang telah memberikan sumbangan.

Namun dari pengamatan saya di banyak masjid di Jakarta atau masjid di berbagai kota di Sumbar dan Riau, saldo kas masjid hampir selalu dalam keadaan surplus. Kecuali di masjid yang tengah direnovasi, yang biasanya berapa saja sumbangan yang masuk langsung habis dibelanjakan buat pembelian bahan bangunan dan upah tukang.

Nah, di Masjid Jogokariyan, meski tidak untuk merenovasi karena bangunannya sudah oke, saldo kas harus nol rupiah setiap dilaporkan ke jamaah. Kas masjid yang besar dinilai sebagai tanda pengurus tidak bisa mengelola infak dari jamaah menjadi pahala yang mengalir ke penginfak.

Kuncinya terletak pada bagaimana pengurus betul-betul mengenal warga sekitar masjid, baik yang telah menjadi jamaah maupun yang belum. Warga yang tidak punya uang buat berobat ke rumah sakit atau untuk biaya sekolah anaknya, akan dibantu dari kas masjid. Bahkan warga yang rumahnya rusak dan tak punya uang untuk memperbaikinya, akan dibantu pula oleh masjid.

Pengurus berusaha membuat warga sekitar betah beribadah di masjid, antara lain setiap hari Minggu selepas salat subuh (di luar bulan puasa) disediakan sarapan bubur, lontong sayur, dan susu kedele. Setiap habis salat Jumat tersedia nasi bungkus dalam jumlah yang mencukupi.

Masjid yang selalu terbuka 24 jam ini juga mempunyai kotak amal khusus beras untuk disalurkan ke kaum duafa. Tapi sekarang kotak beras tersebut berubah jadi kotak uang karena jamaah malas membawa beras. Pembagian beras untuk duafa ini berlangsung sehabis salat subuh.

Hebatnya, di sini ada BUMM (Badan Usaha Milik Masjid) yang memiliki usaha penyewaan kamar penginapan di lantai 3, yang hasilnya untuk membayar petugas kebersihan  dan tambahan operasional masjid. Adapun pengurus masjid tidak mendapat gaji karena semata-mata mengharapkan "gaji" dari Allah. 

Bila suatu masjid bisa dikelola dengan baik seperti itu, tentu dampak positifnya tidak saja untuk meningkatkan ibadah para jamaahnya, tapi juga berdampak secara sosial dengan aktif turun ke bawah membantu kaum duafa.

Dengan melihat hasil kerja nyata para pengurus yang dapat dipertanggungjawabkan dan saldo kas yang selalu nol, akan memacu para jamaah untuk lebih banyak menyalurkan infak dan sadakah melalui masjid. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline