Di ruang tempat saya bekerja, ada tujuh meja yang ditempati oleh tujuh orang. Tapi hanya saya satu-satunya yang masih setia membaca koran di kantor saat jam istirahat. Korannya pun harus Kompas.
Namun hari ini sungguh saya lagi sial dan jadi bulan-bulanan dari 3 orang teman kantor. Pasalnya, mereka meminta saya tidak lagi membaca Kompas.
Dulu ketika saya ditanya teman-teman kenapa saya seperti cinta mati dengan Kompas, saya menjawab karena inilah media yang netral. Kritis tanpa terkesan menentang pemerintah, justru memberi solusi.
Hanya Kompas yang mengangkat masalah kesehatan, pendidikan dan kemiskinan di Asmat, Papua, dengan liputan yang komprehensif. Ini sekadar menyebut satu contoh saja, sehingga akhirnya pemerintah pusat turun ke lapangan menindaklanjutinya.
Nah, sekarang teman-teman meminta saya "putus hubungan" dengan Kompas? No way. Apalagi alasannya menurut saya terlalu mengada-ada, bahwa sekarang Kompas tidak netral, pro Prabowo dan Gerindra.
Sebagai bukti, seorang teman memperlihatkan berita di media sosial tentang kedekatan Kompas dengan Prabowo. Beberapa proyek budaya yang diinisiasi kelompok Kompas disponsori oleh yayasan milik keluarga Hasyim Djojohadikusumo, saudara Prabowo.
Lalu katanya Pemred Kompas punya suami yang sekarang menjadi caleg dari Partai Gerindra. Saya gak tertarik membaca tulisan di medsos tersebut, yang kebenarannya perlu divalidasi dulu.
Semua itu gara-gara hasil survei pilpres yang menghasilkan pasangan Jokowi-Ma'ruf sedikit mengalami penurunan, meski masih unggul jauh dari Prabowo-Sandi.
Dalam pengantarnya, Kompas telah menyatakan bahwa survei tersebut dilakukan dengan mengikuti kaidah ilmu Statistik. Saya tidak ahli statistik, tapi saya percaya dengan reputasi Kompas.
Jokowi sendiri seperti yang saya tonton dari berita di televisi, menyatakan berterima kasih pada Kompas sehingga tim suksesnya harus bekerja lebih keras lagi. Sungguh suatu respon yang positif, yang sayangnya tidak dipahami sebagian pendukungnya yang ingin Jokowi unggul mutlak.
Saya belum mendapat berita bagaimana reaksi Prabowo. Justru kalau tim Prabowo merasa ge-er, menurut saya keliru, karena posisinya meski meningkat namun masih jauh di bawah petahana.