Musyawarah Nasional (Munas) organisasi Islam terbesar di tanah air, Nahdlatul Ulama (NU), yang baru dilaksanakan di Kota Banjar, Jawa Barat, telah menghasilkan beberapa kesepakatan.
Namun ada satu hal yang menimbulkan polemik luas di antara berbagai kalangan masyarakat, kendati mungkin di lingkungan NU telah dianggal final, yakni pelarangan pemakaian istilah kafir.
Untuk membangun toleransi antar umat beragama, Munas NU menyepakati terhadap saudara-saudara yang bukan beragama Islam, cukup disebut sebagai non-muslim, jangan disebut kafir.
Masalahnya, ada pihak lain yang tidak setuju, dengan dasar istilah kafir tersebut terdapat dalam teks kitab suci Al Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad.
Memang kalau mau diperdebatkan, tentu hal tersebut tidak akan pernah selesai. Namun bagaimanapun juga kesepakatan Munas NU di atas perlu diberikan apresiasi, karena tujuannya jelas amat baik, yakni bagaimana membina persaudaraan yang kokoh di antara semua elemen bangsa.
Seperti yang dikatakan KH Masduki Baidlowi, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU, "Tidak tepat menyebut saudara kita yang agamanya berbeda sebagai kafir.
Saudara kita tidak nyaman perasaannya. Anjuran agama tidak mengajarkan pada kita untuk membuat saudara sebangsa tersinggung" (detik.com, 2/3/2019).
Menarik pula untuk disimak pendapat salah satu tokoh di luar NU yang mudah-mudahan bisa diterima oleh semua kalangan, karena statusnya sekarang adalah sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Tokoh tersebut, Din Syamsuddin, dulu juga pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Seperti dilansir dari viva.co.id (3/3/2019), Din mengatakan bahwa tidak mungkin kitab suci yang sudah final diamandemen, namun dalam konteks berbangsa, pemakaian istilah harus dibarengi dengan sikap tasamuh (toleransi), dan tidak memperburuk kepada orang lain.
Maka, polemik atas pemakaian istilah di atas sebaiknya dihentikan saja. Toh semua, baik yang pro dan yang kontra, harus menerima kondisi bahwa bangsa kita yang majemuk ini perlu rasa saling menghormati.
Perasaan itu adanya di lubuk hati masing-masing. Apapun istilah yang dipakai bila diucapkan oleh hati yang bermusuhan, akan berakibat tidak baik.