Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, wajar bila jumlah masjid di Indonesia sangat banyak. Tak jarang jarak antara satu masjid dengan masjid lainnya, terutama di daerah padat penduduk, hanya sekitar 200 meter saja.
Apakah setiap masjid yang berdekatan tersebut dipenuhi oleh jamaah setiap waktu salat, atau hanya ramai setiap salat Jumat saja, sehingga menjadi mubazir atau tidak, perlu dilihat dari berbagai aspek.
Hanya saja saya agak terusik juga karena di media sosial banyak bersliweran berita tentang beberapa masjid yang kosong. Seperti baru-baru ini, mengetahui bahwa saya berasal dari Sumatara Barat (Sumbar), seorang teman bertanya, apa betul di Sumbar banyak masjid yang kosong?
Memang setiap di Sumbar terjadi bencana alam, setelah itu muncul berita tentang naiknya tingkat maksiat di sana sambil dibarengi berita kosongnya masjid. Padahal terlepas dari itu, secara geografis Sumbar, sebagaimana pantai barat Sumatera lainnya, termasuk daerah rawan bencana.
Saya yang sudah lebih dari 30 tahun menjadi warga DKI Jakarta tidak berani membenarkan atau membantah berita itu. Kalaupun saya sesekali pulang kampung, hanya untuk beberapa hari saja, sehingga saya tidak punya yang akurat. Lagipula definisi kosongnya apa dulu?
Dugaan saya pelaksanaan salat berjamaah lima kali sehari masih berjalan, tapi mungkin jamaahnya sedikit sehingga terkesan kosong. Kalau di masjid dekat rumah kakak saya di Payakumbuh, menurut saya jamaah yang rajin salat berjamaah memang tidak banyak, tapi jelas tidak kosong.
Sebetulnya tidak hanya di Sumbar, secara umum masjid dibangun dalam ukuran besar lebih memepertimbangkan kebutuhan ramainya jamaah pada saat salat Jumat, saat bulan puasa, atau saat ada ceramah agama dari ustad ternama. Di luar itu memang kapasitas yang terpakai sekitar 10 sampai 20 persen saja.
Tapi akhir-akhir ini ada perkembangan yang menggembirakan menurut saya. Kebetulan setelah saya tidak lagi setiap hari aktif bekerja di kantor, punya waktu relatif banyak berdiam di rumah, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Tampaknya ceramah agama yang banyak pula beredar di media sosial cukup berdampak, antara lain tentang kewajiban laki-laki untuk melaksanakan salat berjamaah di masjid. Dulu banyak yang mengabaikan hal ini dan merasa sudah cukup untuk salat di rumah saja.
Di sekitar rumah saya, banyak rumah yang dikontrakkan dan digunakan sebagai kantor tanpa papan nama. Ternyata di rumah seperti itu yang sehari-hari terlihat seperti tak ada aktivitas, tertutup oleh pagar agak tinggi, saat suara azan menggema, para karyawannya keluar untuk berangkat ke masjid terdekat.
Selain itu, meskipun masjid tersebut agak tersembunyi karena berada di pinggir jalan kecil, para pengendara ojek banyak yang singgah untuk menunaikan ibadah.