Tak banyak pengamat sepak bola yang memprediksi Qatar akan melaju ke final turnamen paling bergengsi di Asia, Piala Asia. Meskipun publik sudah tahu bahwa Qatar amat serius mempersiapkan timnasnya karena akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Tentu Qatar tak ingin sekadar penggembira saja.
Namun mengingat peringkat FIFA-nya yang masih bercokol di posisi 90-an, Qatar belum disebut sebagai raksasa Asia. Banyak negara peserta Piala Asia yang punya posisi jauh lebih baik seperti Iran, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Arab Saudi. Negara-negara tersebut sudah beberapa kali tampil di Piala Dunia.
Tapi panggung Piala Asia 2019 yang berlangsung di Uni Emirat Arab (UEA) membuktikan bahwa Qatar memang layak menjadi peserta Piala Dunia 2022, bukan semata-mata karena faktor tuan rumah.
Sebetulnya di babak penyisihan grup E, Qatar sudah menunjukkan keperkasaannya dengan tampil sebagai juara grup mengatasi Arab Saudi, Lebanon, dan Korea Utara.
Statistiknya juga amat meyakinkan dengan menyapu bersih semua laga, menjadi yang terbaik di antara semua juara grup. Dari tiga laga di babak penyisihan grup E, Qatar mengemas 10 gol tanpa sekalipun kebobolan.
Tapi kemilau Qatar masih dinilai belum secemerlang raksasa Asia yang telah disebut di atas. Pun ketika Qatar menang tipis 1-0 melawan Irak di babak 16 besar.
Kemudian lagi-lagi Qatar menang di babak 8 besar, kali ini atas salah satu favorit juara, Korea Selatan. Namun kemenangan 1-0 tersebut justru lebih banyak dihubungkan dengan hal berbau mistis, karena Korsel menerima kutukan akibat federasi sepak bola mereka pernah berbuat salah tahun 1960.
Kesalahan dimaksud adalah memberikan medali emas palsu pada pemain Korsel yang jadi juara Asia saat itu. Sejak itu Korsel belum pernah lagi menjuarai Piala Asia.
Sampailah di babak semi final, Qatar membuat pendukung tuan rumah terhenyak. Tidak tanggung-tanggung, dalam laga yang berlangsung di Stadion Mohammad bin Zayed, Abu Dhabi, Selasa (29/1), Qatar membantai UEA 4-0.
Padahal UEA didukung puluhan ribu pendukungnya yang sebagian di antaranya melakukan tindakan tidak terpuji karena mencaci maki tim Qatar, termasuk saat lagu kebangsaan Qatar berkumandang.
Memang di luar urusan sepak bola, kedua negara kecil tapi kaya raya ini saling bersaing ketat, seperti terlihat pada persaingan antar maskapai penerbangam mereka.