Sebuah berita kurang sedap berhembus dari kompetisi Liga 2 yang sekarang sudah mendekati babak semi final. Seperti dilansir dari jawapos.com (15/11), manajer klub Madura FC (tolong dibedakan dengan Madura United yang berlaga di Liga 1), Januar Herwanto mengaku sempat disuruh mengalah dalam salah satu pertandingan Liga 2. Ada seseorang yang menelponnya sebelum laga digelar.
Meskipun demikian, Januar tidak mengungkapakan siapa yang menelponnya dan pada laga mana permintaan itu terjadi. Namun Januar sudah melaporkannya ke PSSI. Sayangnya ia tak sempat merekam pembicaraan tersebut sehingga tidak punya alat bukti.
Liga 2 memang semakin sengit persaingannya untuk menentukan 3 klub terbaik yang akan promosi ke Liga 1 tahun depan. Di lain pihak, pertandingan di Liga 2 tidak banyak disiarkan langsung oleh stasiun televisi, sehingga mungkin luput dari pantauan publik.
Seperti saat Semen Padang dihajar 3-1 oleh Mojokerto Putra, Rabu (14/11) yang lalu. Kebetulan laga ini disiarkan langsung, dan pemirsa televisi menyaksikan bagaimana tuan rumah Mojokerto diuntungkan oleh "hadiah" yang diberikan wasit berupa dua kali tendangan pinalti, dan dua-duanya membuahkan gol.
Tapi terlalu dini buat mencurigai laga di atas sebagai laga setting-an. Hasil laga tersebut telah memastikan Mojokerto berhasil menembus semi final Liga 2, sedangkan Semen Padang nasibnya di ujung tanduk, harus menang 2-0 melawan Kalteng Putra, buat melaju ke babak berikutnya.
Semen Padang memang terlihat kurang bergairah, dan pelatih Semen Padang pun saat ditanya wartawan mengatakan tidak akan mengajukan protes atas beberapa putusan wasit yang kontroversial. Namun bila para pemain yang kurang bergairah tersebut dinilai sebagai sengaja mengalah, sulit membuktikan, mengingat dalam beberapa momen, laga berlangsung agak keras karena beberapa pemain nyaris bakuhantam. Atau mungkinkah permainan keras pun diskenariokan? Wallahu alam.
Terlepas dari pernyataan manajer Madura FC dan pertandingan di Mojokerto di atas, mengingat kompetisi, baik di Liga 2 maupun Liga 1, hampir berakhir, PSSI atau pihak lain yang terkait, termasuk masyarakat sebagai konsumen pertandingan sepak bola sudah selayaknya mewaspadai terjadinya pengaturan skor yang sangat mencederai prinsip fair play, yang benderanya selalu diusung setiap sebelum laga dimulai.
Soalnya, di beberapa pertandingan yang akan digelar, ada klub yang sudah tidak punya harapan, dalam arti menang sekalipun tidak akan membuat klub tersebut menjadi penghuni papan atas atau tetap tidak terhindar dari degradasi, di lain pihak lawannya butuh kemenangan agar bisa bersaing merebut posisi juara. Atau sebaliknya, klub yang sudah di peringkat atas, bila kalah sekalipun, tetap bertengger di puncak, sedangkan lawannya butuh kemenangan agar tetap bertahan di Liga 1.
Beberapa laga di Liga 1 berakhir dengan skor besar, seperti kemaren (16/11) Persela Lamongan menghajar Arema FC 4-0. Begitupun Persebaya yang membungkam pemuncak kalasemen PSM Makassar 3-0 (10/11). Sekali lagi, terlalu dini buat mencurigai, karena Liga 1 hampir semuanya disiarkan secara langsung, dan penonton di rumah tentu bisa menangkap keganjilan bila misalnya ada yang bersandiwara. Sejauh ini indikasinya belum terlihat.
Tadi malam (16/11) Persija bermain imbang 2-2 melawan tuan rumah PSM Makassar. Kalau saja laga tersebut berakhir 2-0 buat Persija sesuai hasil saat turun minum, mungkin ada yang curiga PSM sengaja mengalah, karena gol kedua Persija lahir dari sundulan bunuh diri pemain belakang PSM, Abdul Rahman. Tapi bukankah peristiwa "bunuh diri" seperti itu sering pula terjadi di Liga Eropa?
Namun, bagaimanapun juga kewaspadaan itu perlu. Kepemimpinan wasit menjadi sangat krusial, jangan sampai wasit bermain mata dengan manajer suatu klub. Faktor bandar judi juga harus diwaspadai, meski ruang geraknya semakin dibatasi, tapi, siapa tahu, ada yang masih bergentayangan.