Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Mempertanyakan Tanggung Jawab Akuntan dalam "Mencetak" Laba Perusahaan

Diperbarui: 5 Desember 2018   17:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: clarksvillenow.com

Berbagai kasus yang menimpa beberapa perusahaan yang tergolong besar di tanah air, menguak ke permukaan silih berganti. Sebagai contoh, Jiwasraya, sebuah perusahaan asuransi milik negara, belum lama ini mengalami kesulitan likuiditas yang parah, sehingga belum mampu memenuhi kewajibannya kepada nasabah yang sudah jatuh tempo.

Jiwasraya tampaknya mengikuti jejak perusahaan asuransi yang sudah lama mengidap penyakit, Bumiputera 1912. Ada pula perusahaan pembiayaan SNP Finance yang merugikan beberapa bank yang mengucurinya pinjaman sekitar Rp 14 triliun dan setelah itu mengalami pailit atau bangkrut.

Pada kasus Jiwasraya dan SNP Finance, sebelum kasusnya terkuak, laporan keuangannya tidak mengindikasikan adanya hal yang mencurigakan. Apalagi Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit di SNP Finance memberikan opini "Wajar Tanpa Pengecualian", yang membuat bank-bank percaya untuk memberikan kredit.

Sedangkan di Jiwasraya untuk tahun buku 2017, terjadi penurunan laba yang signifikan antara catatan perusahaan dengan hasil audit dari akuntan publik.  Menurut infobanknews.com (12/10/2018), dari laba bersih unaudited sebesar Rp 2,4 triliun, setelah diaudit oleh Price Waterhouse Coopers, labanya anjlok tajam menjadi hanya Rp 360 miliar, akibat ketidaksesuaian pencadangan yang dibuat aktuaris internal hingga senilai Rp 7,6 triliun.

Jadi, untuk kasus di Jiwasraya yang dipertanyakan bukan tanggung jawab KAP, tapi tanggung jawab akuntan internalnya, apakah karena ketidakmampuan dalam menguasai teknis akuntansi atau tidak mampu mengelak dari perintah pejabat yang lebih tinggi di perusahaan itu untuk "mencetak" angka laba yang dikehendaki.

Bahkan terhadap perusahaan yang saat ini kelihatan baik-baik saja, belum tentu akan terus stabil seperti itu, karena bisa saja menyimpan bom waktu yang akan meledak bila rekayasa akuntansi yang dilakukan tidak lagi bisa disembunyikan.

Coba perhatikan laporan keuangan dari perusahaan yang sudah go public, yang secara regulasi memang diwajibkan mempublikasikan laporan tersebut secara periodik. Tak jarang ditemukan adanya perusahaan yang kinerjanya selalu meningkat, herannya dengan pertumbuhan laba yang stabil, setiap tahunnya naik sekitar 10-15%.

Memang kinerja yang selalu meningkat secara stabil setiap tahun dalam jangka panjang, belum tentu karena ada rekayasa akuntansi atau yang dalam istilah akuntansi disebut window dressing

Manajemen yang jago, telah teruji dalam berbagai kondisi, sangat mungkin bisa membangun strategi yang pas untuk masing-masing kondisi gejolak perekonomian, sehingga kinerja perusahaan tetap mengalami pertumbuhan.

Namun tidak tertutup pula kemungkinan angka laba yang selalu mengalami pertumbuhan terjadi karena keahlian akuntan internal dalam "mencetak" laba yang diinginkan oleh manajemen. Bila hal ini tidak tercium oleh KAP yang harusnya mampu menjaga independensinya, maka laporan yang "berbunga-bunga" tersebut telah terlegitimasi dengan stempel KAP.

Ambil contoh untuk perusahaan perbankan. Meskipun telah ada standar akuntansi yang harus dipatuhi, tetap ada koridor bagi manajemen bank untuk "bermain", seperti pada pembentukan cadangan atas kredit yang tidak tertagih. Bila laba yang dikehendaki belum tercapai, bisa dibantu dengan memperkecil cadangan tersebut di atas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline