Sambil makan siang di kantor, teman-teman saya yang relatif sering ke luar negeri pada pamer dengan menceritakan pengalamannya berwisata ke banyak negara maju. Ya, penuh puja puji begitulah terhadap negeri orang. Namanya juga negara maju.
Saya diam saja karena pengalaman saya ke luar negeri tidak sesering mereka. Itupun kebanyakan karena dinas, ikut semacam pelatihan selama beberapa hari. Yang khusus untuk berwisata, paling-paling hanya tak lebih dari jumlah jari di satu tangan.
Kalau berkeliling di dalam negeri, alhamdulillah, saya lebih unggul dari mereka. Namun saya tak mau mengganti topik pembicaraan, biar kebanggaan mereka tidak terganggu.
Tapi ketika mereka mengaku kesal sewaktu mendarat sehabis tur dari luar negeri, dalam hati saya mulai protes. Memang saya mengerti dan pernah mengalami juga, setelah seminggu dua minggu seseorang menikmati keteraturan dan kenyamanan di negara maju, mindset luar negeri masih melekat.
Lalu tiba-tiba harus berhadapan dengan antre yang panjang saat melapor di imigrasi dan bea cukai, rasanya agak ngedumel. Di tambah lagi bagi yang mencari taksi, juga tidak gampang. Taksi merek tertentu yang reputasinya baik, antriannya mengular.
Kemudian sudah pasti kita harus melewati jalanan yang macet, kendaraan yang saling serobot dan bunyi klakson yang demikikian sering terdengar dari pengemudi yang kurang sabar.
Namun bagaimanapun juga, menurut saya, kondisi di negara kita sudah ada perbaikan. Kualitas bandara semakin baik, luas dan nyaman. Masih kalah memang dari Changi di Singapura, namun gap-nya tidak lagi lebar. Terminal 3 Soekarno Hatta Jakarta, Bandara Juanda Surabaya dan Ngurah Rai Bali, termasuk oke punya.
Saya pernah dua kali mengalami hal yang tidak enak pas mendarat sepulang dari luar negeri. Koper saya dirobek sehingga kuncinya terbuka. Tapi tak ada barang yang hilang karena isinya cuma baju kotor dan buku atau handout yang dibagikan saat pelatihan selama seminggu di New York tahun 2014.
Adapun uang atau barang berharga lain setiap bepergian di dalam ataupun luar negeri, selalu saya simpan di tas pinggang atau ransel yang terpasang di tubuh ke mana pun juga.
Pengalaman berikutnya, sepulang dari Inggris tahun 2016 dan masih abidin alias atas biaya dinas. Saat itu saya panik karena koper saya tidak muncul di ban berjalan. Akhirnya terpaksa melapor ke petugas bandara.
Untungnya petugas melayani saya dengan baik. Ternyata memang ada berita dari maskapai yang saya tumpangi bahwa koper saya tertinggal dan akan diterbangkan besoknya. Alhamdulillah, besoknya semua lancar dan koper kembali ke pangkuan saya.