Data tentang pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti melakukan korupsi serta perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), namun belum dipecat, cukup mencengangkan.
Itulah yang diungkapkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ramai dikutip media, antara lain cnnindonesia.com (4/9) yang lalu. Ada 2.674 orang PNS yang terlibat korupsi, tapi baru 317 orang yang dipecat.
Artinya, masih ada 2.357 PNS koruptor lainnya yang secara administratif tercatat masih aktif bekerja, dan tetap dibayar gajinya oleh pemerintah. Miris sekali bukan? Sudah menyolong uang negara, masih pula terima gaji. Ini namanya dua kali rugi.
Tapi, omong-omong, kondisi seperti itu juga terjadi di institusi yang pegawainya tidak termasuk PNS. Contohnya adalah di banyak perusahaan milik negara, di mana masing-masing perusahaan punya ketentuan kepegawaian tersendiri dan tingkat gajinya juga berbeda-beda tergantung kemampuan keuangan setiap perusahaan.
Saya cukup lama meniti karir di sebuah BUMN yang punya karyawan sangat banyak, lebih dari 100.000 orang, karena punya cabang di setiap kota kabupaten, dan ditambah lagi dengan cabang pembantu di hampir semua kota kecamatan di seluruh Indonesia.
Dari demikian banyak pekerja, wajar saja ditemukan segelintir oknum yang merugikan perusahaan. Jika saja yang disebut segelintir itu 1 %, itu artinya sudah 1.000 orang. Wow, ternyata amat banyak bukan?
Makanya, di tempat saya bekerja, divisi yang menangani audit, jumlahnya juga cukup banyak. Ada hampir 1.000 auditor yang tersebar di setiap wilayah, sehingga setiap cabang atau cabang pembantu, dalam setahun minimal dapat sekali kunjungan tim audit untuk selama satu sampai dua minggu.
Dari laporan audit tersebut, bisa saja ada pegawai yang ditemukan terlibat suatu kasus yang merugikan perusahaan. Di samping itu ada juga pegawai yang tertangkap oleh atasannya karena memakai dana kantor untuk keperluan pribadi, atau bisa pula dari pengaduan pelanggan dan dari surat kaleng yang sekarang disebut dengan whistleblower.
Nah, terhadap orang-orang yang berkasus tersebut, memang tidak langsung dijatuhi hukuman. Ada beberapa tahap yang harus dilalui sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan.
Ada komite lintas divisi yang menggelar perkara dari setiap kasus, dan oknum yang diduga bersalah diberi kesempatan membela diri. Kemudian harus dilakukan beberapa kali rapat, sebelum keputusan diambil, apakah kepada si oknum cukup diberi surat peringatan (hukuman teringan), penundaan kenaikan gaji, penurunan pangkat, atau dipecat.
Bahkan, tidak sedikit pula, oknum yang di samping telah dijatuhi hukuman oleh perusahaan, juga diproses secara hukum melalui pengadilan, sehingga dijatuhi hukuman penjara.