Saya relatif sering mengikuti acara subuh dari jam 03.30 sampai 04.30 di Kompas TV yang bertajuk 'Cerita Hati' dan digawangi oleh Uztad Wijayanto dan Desy Ratnasari. Saya kesengsem pada acara ini karena di saat hampir semua stasiun televisi menyiarkan acara pengajian agama dengan metode ceramah, Cerita Hati memakai metode talkshow dengan membedah kejadian sehari-hari bersama bintang tamu yang selalu berganti setiap hari.
Bintang tamu tidak harus beragama Islam, hanya saja berdasarkan pengalaman sang tamu, Uztad Wijayanto akan menambahkan pandangannya dengan latar belakang ilmu agamanya, tanpa kesan menggurui.
Pada acara tadi pagi (1/10) topik yang diangkat adalah terkait apa yang disebut dengan star syndrome (SS) atau sindrom seorang bintang. Dalam era kecanggihan teknologi saat ini, sering kita jumpai seseorang yang ngetop mendadak karena aksinya melalui media sosial disukai publik. Atau karena menang dalam ajang pencarian bakat, seseorang yang, mohon maaf, berasal dari desa yang tidak ada di peta, lalu menjadi artis nasional.
Bagi yang terkena penyakit SS ini, tingkah lakunya pun ikut berubah seketika, menjadi arogan, gonta-ganti pacar atau "simpanan", minta pelayanan yang berlebihan dari panitia yang mengundangnya. Ada pula yang terjerumus menjadi pengguna narkoba.
Akhirnya orang-orang yang dulu mengenal sang bintang saat sebelum menjadi bintang, termasuk keluarganya sendiri, menjadi kagok saat bersilaturahim dengan penderita SS ini. Sang bintang menjadi hidup seperti di awang-awang. Ibarat kacang lupa dengan kulitnya, mereka lupa dengan banyak sahabat atau saudara yang dulu membantu tanpa pamrih di saat mereka belum menjadi siapa-siapa..
Kebetulan bintang tamu pada episode yang saya tonton tersebut adalah Indah dan Aris, keduanya pemenang pada sebuah ajang pencarian bakat yang populer. Aris sebelum ngetop adalah seorang pengamen di kereta api Jakarta-Bogor, sudah punya istri dan anak.
Namun, ketika popularitas Aris melambung, konon (meski di acara tersebut Aris bilang dia tidak berubah, hanya mengakui ada kesan sombong dari wajahnya) sempat menelantarkan istri dan anaknya.
Ketika seseorang meraih puncak tanpa melalui tahapan berliku, memang gampang menimbulkan geger budaya. Seorang politisi kelas kabupaten yang terpilih jadi anggota DPR-RI yang berkantor di Senayan, Jakarta, juga bisa begitu.
Bahkan , hal yang sama juga dialami TKI dari sebuah desa di NTT atau dari Indramayu, yang tiba-tiba jadi warga Hongkong yang kosmopolitan. Tak heran, saat mereka berlibur di hari Minggu, mereka bergaya dengan mode pakaian yang setengah terbuka di Victoria Park.
Ternyata ujian yang dihadapi saat bergelimang harta, tidak kalah susahnya dibanding ujian saat tidak berpunya. Saat miskin, seseorang cenderung jadi alim, mengadu pada Sang Pencipta, tapi saat jaya merasa semuanya diraih karena kehebatan dia sendiri. Padahal betapa gampangnya bagi Allah untuk menarik kembali nikmat yang diberikan-Nya.
Kalaupun saat meraih kesuksesan, seseorang sempat lupa diri, dapat dimaklumi, asalkan berlangsung sebentar saja. Setelah itu segera kembali ke jalan yang benar. Kalau setiap pagi terbiasa untuk merenung sejenak, mengevaluasi atas apa yang dialami kemaren, dan merencanakan apa yang akan diperbuat hari ini, mudah-mudahan seseorang bisa terhindar dari star syndrome.