Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Perbaharui Komitmen terhadap Perusahaan, Jangan Jadi Medioker

Diperbarui: 15 September 2016   14:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebaik-baik manusia adalah yang berada di tengah. Konon soal posisi di tengah ini, dalam arti tidak berlebihan tapi juga tidak kekurangan, sering menjadi bahan ceramah para ustad. Maksudnya hiduplah dengan sederhana. Saya menafsirkannya dengan contoh, tidak baik yang serba terlalu. Terlalu marah, terlalu takut, terlalu banyak omong, terlalu diam, terlalu mewah, dan sebagainya. 

Namun demikian, kita perlu hati-hati dalam soal kesederhanaan itu. Jangan sampai dibaca seolah-olah seseorang yang terlalu menonjol sama tidak baiknya dengan seseorang yang tidak punya apa-apa yang bisa ditonjolkan, terutama dalam konteks memenangkan suatu persaingan. Untuk menang tentu kita harus jauh lebih hebat dari yang lain. Tinggal lagi bagaimana  menang secara fair dan tidak melukai hati yang kalah.

Saya punya pengalaman di kantor tempat saya dulu bekerja. Ada atasan saya yang menurut saya jago memberi motivasi, yang bernama Pak Bachtiar Usman. Saat saya masih staf junior, saya beberapa kali dipanggil ke ruang kerja beliau hanya buat diceramahi satu sampai dua jam.

Meski saat itu saya kadang-kadang kurang sabar juga mendengar ceramah beliau, belakangan saya menyadari hal tersebut sebetulnya sebuah pelajaran mahal yang beliau berikan secara gratis kepada saya.

Inti "khotbah" beliau adalah memacu saya untuk maju, dan beliau  melihat saya punya potensi untuk itu. Jangan bekerja seperti rata-rata teman lain. Kelas rata-rata tersebut disebut beliau sebagai medioker. Jadilah seseorang yang menonjol, di atas rata-rata karyawan. Istilah medioker tersebut oleh salah seorang senior saya yang karirnya cemerlang disebut dengan "rata-rata air".

Bekerjalah lebih baik, lebih bersemangat, lebih cepat, lebih banyak, dan lebih-lebih lainnya yang bernilai positif. Sayangnya, adakalanya saya tergoda juga untuk sering bersantai ria, karena kelihatannya yang rajin dan yang santai sama saja gajinya. Bahkan yang rajin malah ketiban pekerjaan lebih banyak karena menjadi andalan atasan.

Tapi seiring berjalannya waktu, baru saya mengerti bahwa teman yang rajin dan dibebani tugas banyak tanpa menggerutu itu karirnya melesat cepat. Tentu dengan gaji baru yang melebihi teman-teman se angkatannya.

Akhirnya saya menerapkan salah satu wejangan Pak Bachtiar di atas, yakni memilih mempelajari suatu bidang secara mendalam, dan mendapat pengakuan tidak tertulis di lingkungan kerja bahwa bila ada masalah di bidang tersebut, mereka meminta pandangan saya. Alhamdulillah karir saya pun relatif cepat menanjak.

Bagi mereka yang berstatus pegawai, baik dari suatu instansi pemerintah maupun perusahaan swasta, dan berniat untuk "menyandarkan diri" pada institusi tempat bekerja, tak bisa lain, harus sering-sering memperbaharui komitmen. Bahkan hal ini tidak hanya diperlukan bagi pengembangan karir, tapi juga berguna untuk kepuasan diri sendiri.

Artinya anggaplah kita sudah bekerja dengan serius dan rasa-rasanya lebih baik dari teman lain, eh gak taunya yang dipromosikan adalah teman lain. Kondisi begini tetap ada manfaat buat kita, sepanjang kita bekerja dengan passion dan setulus hati.

Pengalaman tersebut sangatlah "mahal" nilainya. Pada waktunya kita tetap akan diakui kontribusinya oleh organisasi. Kalau akhirnya kita mengucapkan sayonara karena merasa mendapat perlakuan kurang adil dan berniat hinggap di perusahaan lain, pengalaman tersebut bisa jadi credit point.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline