Torabika Soccer Championship (TSC) telah memasuki minggu ke 14. Masing-masing klub akan bermain 17 kali di putaran pertama dan 17 kali di putaran kedua. Jadi saat ini putaran pertama sudah mendekati selesai.
Namun banyak klub yang sudah mengganti pelatih jauh sebelum putaran pertama tuntas. Korban pertama adalah Stefan Hansonn pelatih Persela Lamongan setelah tidak memberikan satu poin pun di 5 laga pertama. Stefan akhirnya digantikan oleh Sutan Harhara.
Korban berikutnya adalah Eduard Tjong di PS TNI yang diganti oleh Suharto. Ada lagi Luciano Leandro di PSM yang diganti Robert Rene Albert, serta Dejan Antonic di Persib diganti Djadjang Nurdjaman.
Terakhir di minggu lalu tiga klub mengumumkan pergantian pelatih. Paulo Camargo mengundurkan diri dari Persija dan untuk sementara ditangani caretaker Jan saragih. Subangkit di Mitra Kukar diganti Jafri Sastra. Jafri sendiri sebelumnya mengundurkan diri dari Persipura. Angel Alfredo Vera dari Argentina didapuk menjadi pelatih anyar Persipura.
Mencermati begitu gampangnya klub melakukan bongkar pasang pelatih, memunculkan kekhawatiran bahwa jangan-jangan banyak klub tidak punya visi jangka panjang. Setiap klub pasti ingin masuk papan atas, namun tidak bisa dibangun secara instan.
Perlu disadari bahwa faktor pelatih bukan satu-satunya penentu. Jangan setiap terjadi kekalahan, evaluasi yang dilakukan manajemen lebih banyak menyoroti kesalahan strategi pelatih. Parahnya, kelompok suporter sering pula ikut campur terlalu jauh dan lebih galak menuntut pergantian pelatih.
Mungkin sikap Bali United patut dicontoh. Indra Sjafri dikontrak untuk lima tahun untuk meletakkan dasar yang kuat. Jadi meskipun hasil Bali United di TSC belum menggembirakan, karena masih tertahan di papan tengah, posisi Indra Sjafri tidak diutak-atik.
Sepak bola itu penuh dinamika, bahkan sering dibilang sebagai penuh drama. Yang juara tahun lalu bisa terpuruk. Yang tidak dikenal bisa melejit. Di luar negeri juga begitu. Ingat klub Leicester City yang tiba-tiba mencuat di liga Inggris.
Namun kalau diteliti, yang disebut tiba-tiba melejit tersebut bukanlah karena faktor kebetulan atau nasib baik semata. Bukan pula karena lagi punya duit untuk memboyong mayoritas pemain dari klub juara sebelumnya. Tapi karena konsistensi dalam membina pemain.
Di Indonesia pun tak ada yang menduga Madura United bisa muncul sebagai klub elit baru. Sejak beberapa minggu terakhir ini mereka berada di puncak klasemen sementara TSC. Padahal mereka pernah dihajar Sriwijaya 5-0, tapi tidak berbuntut pergantian pelatih.
Lagi pula mengganti pelatih atas dasar kebutuhan jangka pendek, hasilnya belum tentu lebih baik. Ironisnya pelatih berlisensi di negara kita amat terbatas. Akhirnya meskipun banyak klub yang gemar bongkar pasang, yang terjadi sebetulnya adalah kocok ulang pelatih.