Fadli Zon, wakil ketua DPR-RI, politisi Partai Gerindra, memang top, dalam artian namanya sering menghiasi media cetak atau elektronik. Terakhir, beliau diberitakan karena anaknya yang lagi berkunjung ke New York mendapat fasilitas penjemputan dari bandara setempat ke tempat menginap. Fadli Zon menyatakan tidak mengetahui kalau stafnya ternyata melayangkan surat kepada Konjen RI di New York agar sang anak diberikan fasilitas penjemputan. Beliau siap mengganti kerugian ongkos bensin konjen yang terpakai untuk penjemputan tersebut.
Tulisan itu tak hendak membahas kasus tersebut. Ini lagi bulan puasa, kita berbaik sangka saja bahwa Fadli Zon jujur memang tidak menginstruksikan penulisan surat yang akhirnya bocor dan menghebohkan media masa itu. Tapi secara umum, terutama di era sebelum penerapan good governance yang gencar seperti saat ini, tanpa bermaksud membela siapa-siapa, bagi yang berkecimpung di birokrasi, termasuk di BUMN, penjemputan bos dan keluarga bos, adalah sesuatu yang amat lazim.
Ada beberapa faktor yang membuat hal tersebut jadi lazim di masa lalu. Pertama, staf dan orang-orang terdekat si bos memang ingin memberikan pelayanan yang terbaik buat si bos dan keluarganya. Untuk cari muka? Bisa jadi, tapi akan sulit dibuktikan, karena job desc-nya para ajudan adalah untuk membuat si bos nyaman dan lancar dalam bekerja. Akibatnya terjadi over-protective. Kadang-kadang lebih galakan si ajudan ketimbang si bos. Ajudan harus paham bila si bos lagi gak mau ditemui, apalagi kalau yang menemui adalah wartawan, maka ajudan harus mengawal si bos lewat pintu belakang. Kalau ketahuan juga, ajudan harus pasang badan agar bos dapat masuk mobil.
Kalau bos mau berangkat ke suatu tempat, orang-orang bos pula yang sibuk menelpon atau mengirim memo kepada pejabat langsung di daerah yang dituju tentang agenda perjalanan si bos, berikut hal-hal apa yang diperlukan si bos di sana, termasuk pula makanan kesukaannya, jadwal main golf-nya, dan sebagainya. Pejabat di daerah itu sendiri, karena pangkatnya lebih rendah dari si bos, pasti tidak berani konfirmasi langsung ke si bos, apa iya beliau membutuhkan sekomplit yang diinfokan si ajudan. Pejabat daerah hanya berani kontak ke ajudan si bos, tentang posisi terakhir si bos sudah dimana, kira-kira berapa lama lagi akan sampai di tujuan.
Kedua, pejabat di daerah pun hepi-hepi saja memberikan pelayanan spesial kepada si bos. Ingat waktu dulu, pertangungjawaban anggaran tidak se-transparan sekarang. Justru dengan adanya memo dari pusat bahwa si bos mau berkunjung, sudah bisa menjadi dasar membeli sejumlah barang, memesan makanan, main golf, dan sebagainya, yang orang-orang daerah juga kecipratan. Inilah yang disebut sambil menyelam minum kopi. Padahal banyak sekali barang yang di nota pembelian ditulis untuk keperluan si bos selama berkunjung, yang akhirnya dipakai oleh teman-teman daerah. Asyik kan?
Ketiga, staf atau ajudan yang menginfokan perihal agenda si bos kepada pejabat di tempat tujuan, merasa telah melakukan tugasnya secara benar, karena memang bisa jadi atas dasar instruksi si bos, atau inisiatif si staf sendiri yang diketahui atau minimal tidak dipermasalahkan si bos. Bos bagaimanapun juga harus diselamatkan, itu peraturan nomor satu. Si staf harus berani pasang badan, bila nantinya ditemukan bahwa cara tersebut melanggar peraturan, maka yang bertanggungjawab adalah si staf. Si bos akan nyaman saja menjawab kira-kira seperti ini: "Oh ya, ada surat dari staf saya ya? Staf saya ini memang keterlaluan, bisa-bisanya saja ia bikin surat tanpa setahu saya, nantu saya jewer dia".
Tapi apakah si staf akan dijewer? Wallahu'alam, karena pada dasarnya hal di atas terjadi karena bos, stafnya, dan pejabat di tempat tujuan, sama-sama enak. Yah, begitulah. Dunia ini panggung sandiwara, kata Ahmad Albar, dalam sebuah lagu hit di era 1970-an. Pemain watak yang sesungguhnya bukan hanya keahlian para aktor atau aktris penerima Piala Citra, tapi juga dilakoni dengan amat baik oleh para birokrat dan orang-orang di sekitarnya. Tapi itu dulu. Sekarang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H