Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Aceh Makin Kondusif bagi Wisatawan

Diperbarui: 2 Januari 2016   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin hanya perasaan saya saja, dulu di tahun 2003 saya pernah ke Banda Aceh, dan merasa kurang nyaman kalau lagi makan di restoran. Saat saya masuk, mohon maaf sekali lagi mungkin perasaan saya terlalu sensitif, rasanya pengunjung yang sudah lebih dulu ada menatap saya dengan penuh selidik. Memang saat itu Aceh belum damai, setiap pendatang, ada saja yang ingin mengetahui siapa dan dari mana ia.

Tapi sekarang tak berlebihan kalau saya katakan suasana di Aceh sangat nyaman buat wisatawan. Tak heran, di samping wisatawan domestik, Aceh sudah diminati wisatawan asing seperti dari.Malaysia. Seperti hari ini, saat sarapan di hotel tempat saya menginap, saya sempat berbincang dengan sekelompok turis dari Malaysia. Mereka ikut paket tur selama 3 hari.

Kota Sabang di Pulau Weh, satu jam naik kapal cepat dari Banda Aceh tetap menjadi magnet utama. Pantai indah mirip di Bali ada di sana. Namun yang tak boleh terlewatkan adalah melihat monumen titik nol kilometer Indonesia yang berada di ketinggian, yang dari sana terlihat jelas laut jernih.

Sayang sekali saya kurang beruntung. Ternyata saat saya berencana ke Sabang, Jumat 1 Januari 2016, cuaca tidak memungkinkan pelayaran. Akhirnya saya memaksimalkan objek di kota Banda Aceh. Salah satu objek favorit adalah Museum Tsunami.

Jangan bayangkan museum ini seperti museum pada umumnya yang membosankan pengunjung. Gedungnya saja sudah menarik dan terkesan sangat modern. Perancangnya adalah Ridwan Kamil, arsitek berkelas internasional yang sekarang menjadi Walikota Bandung. Gedung ini kalau dilihat dari atas merefleksikan gelombang tsunami, tapi kalo dilihat dari samping (bawah) nampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas.

Ada banyak seksi di museum tersebut. Dimulai dari lorong gelap dengan air hujan buatan yang menyiprat, kemudian ada ruangan doa tempat ada sinar bertuliskan Allah di langit-langit, lalu di sepanjang dinding tertulis nama-nama korban tsunami.

Setelah itu ada lorong terang yang menanjak ke atas ke ruang pamer benda-benda peninggalan tsunami, foto-foto saat tsunami dan rekonstruksinya, serta berbagai pengetahuan tentang tsunami dan gempa bumi. Jadi fungsi edukasi museum ini demikian besar termasuk ada ruang pemutaran film. Sampai sekarang museum tersebut dapat dinikmati secara gratis. Foto di artikel ini adalah lorong terbuka di museum tersebut.

Objek wisata lain adalah Puncak Geurute. Sekitar 45 km ke arah kota Meulaboh menyisir pantai barat Sumatera. Hanya saja perlu hati-hati dalam membawa kendaraan, banyak sapi berkeliaran di jalan. Dari puncak terlihat jelas Samudra Indonesia (dahulu disebut Samudra India), seperti terlihat pada foto di artikel ini.

Masjid Raya Baiturrahman merupakan ikon utama di provinsi yang menerapkan syariat  Islam dan dikenal sebagai serambi Mekah ini. Sayang masjid tersebut lagi ada proyek besar, membangun payung besar yang bisa buka-tutup secara otomatis seperti di halaman Masjid Nabawi di Madinah. Pengunjung menjadi tidak bisa mengambil foto masjid secara utuh.

Tapi jangan khawatir, banyak masjid lain yang pantas dikunjungi. Di Aceh bertebaran masjid bagus sampai pelosok. Foto di bawah ini adalah sebuah masjid di daerah Lampuk, yang dulu adalah satu-satunya bangunan yang selamat saat kampung tersebut diterjang tsunami.

Jadi, bagi anda yang menginginkan berwisata keluarga yang bernuansa religius, cobalah nikmati provinsi di ujung barat negara kita ini. Terakhir di mana pun anda di Aceh, jangan lupa minum kopi di kedai kopi yang bertebaran di seantero Aceh. Rasakan sensasinya, duduk di teras terbuka di depan kedai kopi. Itulah budaya masyarakat Aceh.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline