Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Pers Kampus Terancam?

Diperbarui: 3 November 2015   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Baru saja majalah mahasiswa UKSW Salatiga "Lentera" edisi Oktober ditarik dari peredaran. Sekarang di Kompas hari ini  diberitakan bahwa Unversitas Mataram, NTB membekukan aktivitas pers kampus "Media" beserta pengurusnya karena dinilai tidak memenuhi peraturan rektor, bahkan memusuhi kampus.

Pers kampus di negara kita, dalam sejarahnya pernah memainkan peranan amat penting. Tahun 1966, harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) berperan besar di awal Orde Baru. Namun Orde Baru juga yang menewaskannya, karena dibredel di tahun 1974 setelah peristiwa Malari (demonstarsi besar-besaran mahasiswa 15 Januari 1974 menentang Perdana Menteri Jepang yang berkunjung saat itu, yang berakhir rusuh).

Setelah itu koran Salemba yang diterbitkan aktivis mahasiswa UI juga terkenal sangat kritis pada saat demonstrasi mahasiswa di tahun 1978. Waktu itu kalangan mahasiswa menginginkan adanya pergantian kekuasaan, dan mencalonkan Gubernur Jakarta, Ali Sadikin sebagai penganti Pak Harto. Nasib Salemba pun berakhir dengan pembredelan.

Sekarang di zaman reformasi, seharusnya sudah tidak ada lagi pembredelan. Tapi sebagai mahasiswa, tentu mereka punya ketergantungan kepada pimpinan perguruan tinggi tempat mereka kuliah. Namun demikian, seyogyanya rektor bisa berdiskusi panjang lebar bila ada ketidaksesuaian dengan tulisan pers mahasiswa. Tidak memakai pendekatan kekuasaan dengan langsung main tutup saja.

Pers kampus adalah lahan subur tempat mahasiswa mengasah kemampuannya berpikir dan menangkap aspirasi, tidak saja aspirasi kampus, tapi juga aspirasi masyarakat secara umum. Banyak mantan aktivis pers kampus, yang akhirnya menjadi tokoh pers nasional. Amat disayangkan kalau di era sekarang, bibit unggul untuk masa depan pers Indonesia, sudah layu sebelum berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline