Saya tidak ingin membahas tudingan Fadli Zon yang menyatakan Presiden Jokowi hanya berwisata bencana ke Palembang dan Palangka Raya. Tapi saya tertarik untuk mengangkat, bukan dalam konteks bencana asap, bahwa sesungguhnya bencana memang menjadi magnet bagi wisatawan.
Anda sering melihat kerumunan orang menonton kecelakaan lalu lintas atau menonton rumah atau toko yang terbakar? Polisi atau petugas pemadam kebakaran marah-marah karena mereka hanya menonton. Tidak membantu, malah mengganggu. Tapi dalam skala bencana yang lebih besar, rasa keingintahuan masyarakat seperti itulah yang bisa bertransformasi dalam aktivitas wisata bencana.
Waktu saya kecil di Payakumbuh, di daerah sekitar itu pernah terjadi "galodo" dimana batu-batu ukuran raksasa berjatuhan dari gunung Marapi, menimpa beberapa desa. Saya diajak jalan-jalan oleh orang tua saya bersama warga lain sebanyak tiga bus ke sana. Betul jalan-jalan, karena kami bawa tikar dan makanan rantangan.
Wisata gunung meletus sampai sekarang masih berlanjut. Baik yang tinggal bekas-bekasnya seperti Gunung Galunggung, maupun yang masih menyemburkan api seperti Sinabung. Begitu lumpur Lapindo di Sidoarjo yang menenggelamkan sejumlah desa menjadi berita utama di media masa, segera di pinggir lokasi bencana menjadi destinasi wisata dadakan.
Siapa sangka peninggalan tsunami di Aceh, seperti kapal yang terdampar, museum tsunami, dan hal lain yang berkaitan, menjadi objek wisata utama di Aceh. Museum rancangan Kang Emil, sekarang walikota Bandung terlihat keren tapi tetap ada kesan kesedihan yang mendalam mengingat tragedi besar yang memporakporandakan bumi serambi mekah tersebut.
Juga di negara maju, wisata bencana bahkan terkesan megah. Lihat saja monumen pengingat tragedi runtuhnya menara kembar World Trade Center di New York, atau sering disebut peristiwa nine eleven karena terjadi tanggal 11 September 2001.
Namun agar tidak rancu, sebaiknya wisata bencana jangan dikategorikan sebagai jenis wisata baru. Menurut saya hal ini lebih tepat sebagai bagian dari wisata sejarah. Ya, sejarah terjadinya bencana. Tapi kalau bencana sedang tetjadi seperti gunung meletus sebaiknya termasuk jenis wisata petualangan. Dengan catatan jangan sampai mengganggu tim SAR.
Siapa tahu ada areal yang hangus bekas kebakaran hutan, tidak ditanami kelapa sawit, tapi dibiarkan sebagai monumen pengingat ketelodoran kita. Seperti juga bekas galian tambang yang sangat banyak di Bangka Belitung dan juga di Kalimantan Timur dan Selatan. Tapi mohon maaf, untuk objek beginian, saya kurang yakin akan laku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H