Lihat ke Halaman Asli

IRWAN ALI

Peneliti di Lingkar Data Indonesia

Wajah Pendidikan Kita di Masa Pandemi, Sebuah Catatan Pinggir

Diperbarui: 10 Juli 2020   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Irwan Ali

Jika ingin mengintip kejayaan masa depan sebuah Negara, lihat dan perhatikanlah dinamika lembaga pendidikannya

Di penghujung tahun 2019, masyarakat dunia tiba-tiba dikejutkan dengan munculnya sebuah wabah Virus. Namanya Korona, lengkapnya Corona Virus Disease-19--COVID-19. Karena virus ini, seketika dunia jadi tiarap. Tidak pandang bulu, dari Negara termiskin/terlemah hingga Negara super power dan super tangguh, semua takluk dihadapan Korona. Pernah lihat anak kecil yang panik dan ketakutan di tengah gelegar suara petir? Seperti itulah keadaan masyarakat dunia saat ini.

Pergerakan penyebaran Corona yang demikian cepat memaksa WHO pada 11 Maret 2020 menetapkan wabah ini sebagai sebuah pandemi global.

Gagap, gamang, linglung, dan lainnya---apa pun istilahnya, adalah gambaran dari keadaan kita di masa-masa awal pandemi.  Seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami guncangan, termasuk dalam dunia pendidikan.

Dalam masa kepanikan ini, WHO menganjurkan seluruh Negara agar menerapkan kebijakan Social Distancing (pembatasan sosial) yang kemudian disusul dengan physical distancing.  Atas keadaan ini, saya dan mungkin juga sebagian besar orang merasa sepi di tengah keramaian. Pertama kali dalam sejarah, Jarak benar-benar hadir sebagai antara yang melimitasi kebersamaan, bahkan pada sepasang kekasih.

Dalam bidang pendidikan, konsekuensi dari  kebijakan Social Distancing  menyebabkan Kementerian Pendidikan Nasional  menetapkan kebijakan darurat.  Yang paling terasa adalah penghapusan Ujian Nasional hingga kebijakan siswa belajar di rumah atau proses pembelajaran mode daring.

Pembelajaran Daring, Wajah Baru Pendidikan

Aktivitas belajar di rumah benar-benar menjadi wajah baru pendidikan kita. Betapa tidak, proses belajar mengajar model daring ini tiba-tiba memposisikan para orang tua siswa sebagai guru dadakan. Mereka menjadi pengajar sekaligus fasilitator bagi anak mereka masing-masing.

Demikian dengan bertambahnya peran guru. Jika di masa normal, seorang guru hanya berinteraksi dengan anak didiknya. Tapi pada sistem belajar daring, selain dengan anak didik, Sang Guru juga idealnya dituntut berkomunikasi dengan para orang tua setiap hari. Ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan anak didik.

Sebagai sebuah kebijakan darurat, wajar jika dinamika proses belajar di rumah/belajar daring masih menyisakan sejumlah catatan. Meski demikian,  pada sisi lain sistem ini melahirkan sejumlah hal positif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline