Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Tinggi Tak Lagi Terjangkau: Urgensi Reformasi Student Loan

Diperbarui: 1 Juni 2024   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar. Namun, di Indonesia, akses terhadap pendidikan tinggi masih menjadi mimpi bagi banyak kalangan.

Biaya kuliah yang terus melambung tinggi telah membuat pendidikan tinggi menjadi barang mewah yang hanya bisa dijangkau oleh segelintir orang. Dalam situasi ini, hadirnya skema student loan atau pinjaman pendidikan seharusnya menjadi solusi.

Sayangnya, sistem student loan yang ada saat ini justru diwarnai berbagai permasalahan, mulai dari bunga tinggi hingga skema pengembalian yang tak ramah.

Sudah saatnya kita merevitalisasi student loan agar benarbenar bisa menjadi jembatan emas bagi kaum muda untuk meraih masa depan yang lebih cerah.

Jajak pendapat terbaru yang dilakukan Perjuangan Rakyat Miskin Indonesia (PRMI) mengungkapkan fakta bahwa biaya pendidikan, khususnya di jenjang perguruan tinggi, telah menjadi beban berat bagi masyarakat.

Lebih dari 60% responden menyatakan bahwa biaya kuliah telah menjadi kendala utama bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan, tak sedikit yang harus mengambil jalur bekerja terlebih dahulu selama beberapa tahun demi mengumpulkan biaya kuliah.

Tentu saja, fenomena ini amat disayangkan mengingat Indonesia memiliki bonus demografi dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar. Jika akses pendidikan tinggi terus terhambat, tentu akan menjadi kerugian besar bagi bangsa ini untuk memanfaatkan bonus demografi secara maksimal.

Idealnya, kehadiran skema student loan bisa menjadi jalan keluar dari permasalahan pembiayaan pendidikan tinggi ini. Namun dalam praktiknya, skema student loan yang ada justru seringkali memunculkan masalah baru.

Pertama, tingkat suku bunga yang relatif tinggi, berkisar 7-12% per tahun. Angka ini tentu memberatkan mengingat rata-rata penghasilan fresh graduate masih tergolong rendah.

Belum lagi, skema pengembalian yang kaku dengan masa tenggang singkat pasca lulus membuat banyak peminjam kesulitan membayar cicilan. Akibatnya, kasus tunggakan dan gagal bayar seringkali terjadi. Di samping itu, persyaratan yang ketat juga membuat student loan kurang inklusif bagi mereka yang berasal dari keluarga prasejahtera.

Melihat kondisi ini, sudah semestinya kita merevitalisasi student loan agar bisa benar-benar menjadi solusi bagi kaum muda dalam meraih masa depan melalui jenjang pendidikan tinggi. Beberapa langkah reformatif layak untuk dipertimbangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline