Lihat ke Halaman Asli

Mengupas Politik Uang dalam Pilkada Serentak 2024

Diperbarui: 19 Mei 2024   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada tahun 2024 menjadi sorotan publik. Selain merupakan pesta demokrasi bagi masyarakat untuk memilih pemimpin daerah, Pilkada juga kerap diwarnai dengan praktik politik uang yang dapat mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri. 

Berdasarkan laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), tercatat lebih dari 500 kasus politik uang terjadi selama Pilkada serentak 2020 lalu (Kompas, 2020). Angka tersebut tentu mengkhawatirkan dan perlu diwaspadai agar Pilkada 2024 dapat berjalan dengan jujur dan adil.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, politik uang didefinisikan sebagai "tindakan memberi atau menerima uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penggunaan hak pilih seseorang" (PSHK, 2021). Praktik ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari pemberian uang secara langsung, pemberian sembako, hingga janji-janji terselubung seperti proyek infrastruktur atau pekerjaan.

"Politik uang merupakan pelanggaran berat dalam penyelenggaraan pemilu yang dapat mengancam demokrasi dan merugikan hak pemilih untuk memilih secara bebas dan rahasia," ungkap komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin, dalam sebuah sesi wawancara (CNN Indonesia, 2023).

Salah satu faktor yang menyebabkan maraknya politik uang adalah rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang bahaya dan dampak buruk dari praktik tersebut. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati.

"Masih banyak masyarakat yang menganggap politik uang sebagai hal yang biasa dan wajar dalam pesta demokrasi. Padahal, praktik ini dapat merusak integritas pemilu dan menghambat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan akuntabel," ujar Khoirunnisa dalam sebuah diskusi (Tempo, 2023).

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, baik pemerintah, partai politik, lembaga pemantau, maupun masyarakat sendiri. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelaku politik uang menjadi kunci utama dalam memberantas praktik ini.

"Penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada lagi kasus politik uang yang dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan hukum yang nyata," tegas komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja, dalam sebuah konferensi pers (Republika, 2023).

Selain itu, pendidikan politik dan peningkatan kesadaran masyarakat juga menjadi faktor penting. Masyarakat harus diedukasi tentang pentingnya memilih calon pemimpin yang berintegritas dan bebas dari praktik politik uang.

"Masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa dengan memilih pemimpin yang baik dan bersih, mereka akan mendapatkan manfaat yang lebih besar seperti pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan pelayanan publik yang optimal," jelas Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad Thoha, dalam sebuah seminar (Antara News, 2023).

Peran serta masyarakat dalam mengawasi jalannya Pilkada juga sangat dibutuhkan. Masyarakat dapat melaporkan setiap indikasi praktik politik uang yang ditemukan kepada pihak berwenang, seperti Bawaslu atau Kepolisian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline