Lihat ke Halaman Asli

Aku, Kakek dan Inginku

Diperbarui: 9 Desember 2023   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada suatu hari yang mendung, aku duduk di teras rumah tua yang sudah lama tak terawat. Rumah itu adalah warisan dari kakekku, seorang pria tua yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Aroma rempah-rempah dan kenangan masa kecil terasa begitu kental di udara. Seakan-akan kakek masih hadir di sini.

"Aku, Kakek, dan Inginku," begitu judul sebuah babak hidupku yang ingin ku ceritakan. Aku, seorang pemuda yang berjuang untuk menemukan makna hidup, dan kakek, seorang yang telah melalui segala liku-liku hidup dan meninggalkan jejaknya di dunia. Di antara kami, ada sebuah impian, sebuah keinginan yang telah lama terpendam.

Kakek adalah sosok yang kuat dan bijaksana. Wajahnya dipenuhi keriput, seperti peta yang menceritakan sejarah hidupnya. Ia selalu bercerita tentang masa muda dan petualangan yang melibatkannya. Satu cerita yang paling melekat di ingatanku adalah kisah tentang sebuah pulau terpencil di ujung dunia yang konon diyakininya penuh dengan keindahan alam yang belum terjamah.

"Inginku," kata kakek dengan mata berbinar-binar saat bercerita tentang pulau itu. "Itu adalah tempat di mana impian dan keajaiban hidup bersama. Aku selalu ingin pergi ke sana, tetapi hidup memiliki rencana lain untukku."

Ketika kakek meninggal, aku mewarisi rumah dan sejumlah kenangan indah. Di sebuah sudut ruangan, aku menemukan sebuah peti berdebu yang ternyata berisi catatan perjalanan kakek dan peta menuju pulau tersebut. Keinginannya itu, terpendam dalam goresan pena dan bayangan mimpi yang belum terwujud.

Suatu hari, aku duduk di ruang perpustakaan kota, memandangi peta yang kakek tinggalkan. Peta itu seakan memanggilku, mengajakku untuk melanjutkan perjalanan yang telah kakek rencanakan. Aku tahu, ini adalah saatnya. Ini adalah waktu untuk menggapai impian kakek dan merasakan petualangan yang begitu lama diimpikannya.

Dengan ransel di punggung, aku memulai perjalanan menuju pulau itu. Setiap langkahku, seolah mendekatkan aku pada kakek, pada impian, dan pada diriku yang ingin mencari arti hidup. Perjalanan itu bukanlah hanya tentang menemukan pulau itu, tetapi juga tentang menemukan diri sendiri.

Perjalanan itu penuh liku-liku. Aku melintasi hutan belantara yang lebat, menyeberangi sungai yang ganas, dan melewati gunung yang tinggi menjulang. Namun, setiap kesulitan itu seakan-akan menjadi ujian untuk menguji tekadku. Setiap kali aku merasa lelah, aku teringat kata-kata kakek, "Setiap perjalanan memiliki hikmahnya sendiri. Teruslah melangkah, dan kau akan menemukan jawaban."

Hingga akhirnya, setelah melewati berbagai rintangan, aku tiba di pantai yang menakjubkan. Pasir putih yang lembut di bawah kaki, ombak yang berdenting, dan langit yang cerah memenuhi hatiku dengan kebahagiaan. Aku merasa seperti menemukan surga di bumi.

Namun, di tengah keindahan itu, aku merasa ada yang kurang. Seolah-olah ada kekosongan yang tidak bisa diisi. Aku duduk di tepi pantai, memandang horison yang tak terbatas, dan aku menyadari bahwa keinginan ini sebenarnya lebih dari sekadar mencapai pulau itu.

Aku ingin memahami arti hidup. Aku ingin menggenggam kebahagiaan sejati. Aku ingin merasakan kehangatan keluarga dan kehadiran orang yang kita cintai. Inginku, sejatinya, adalah tentang menghargai momen-momen kecil, seperti saat bersama kakek di teras rumah tua itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline