Lihat ke Halaman Asli

Vinofiyo

Buruh negara

Cerita Pengkhianatan Letnan Kamaludin dalam Peristiwa Situjuh Batur

Diperbarui: 18 Januari 2021   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: merahputih.com/(Foto/mp Zaimul Haq Elfan Hbib)

Setiap tanggal 15 Januari, pemerintah bersama masyarakat di Propinsi Sumatera Barat, khususnya Kota Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota, merayakan peristiwa Situjuh Batur. Meski tidak masuk agenda nasional, tapi tidak mengurangi kemeriahan maupun kekhidmatannya.

Puncak peringatan dilakukan dengan menggelar upacara di lapangan nagari Situjuh Batur. Namun hari-hari sebelumnya, kegiatan lain biasanya sudah diadakan dan salah satu acara yang pernah saya ikuti adalah napak tilas yang mengambil start dari Lapangan Poliko (sekarang Balai Kota Payakumbuh) dan finish di nagari Situjuh.

Meski sudah puluhan tahun lalu, saya masih tetap ingat rasanya ikut napak tilas. Meski dengkul terasa mau putus dan kulit terbakar matahari, tapi karena beramai-ramai membuat saya mampu berjalan dari pagi sampai sore hari. Paling mengasyikan adalah saat makan di desa tertentu yang jadi tempat penyedia konsumsi. 

Saya duduk di bawah pohon makan nasi yang dibungkus daun dengan lauk ikan goreng dan sambal sekedarnya. Namun karena merasa sebagai pejuang gerilya, maka jatah itu kami makan dengan lahap dan hanya tersisa daunnya.

**

Peristiwa Situjuh Batur sendiri terjadi 72 tahun lalu tepatnya tanggal 15 Januari 1949. Saat itu Republik Indonesia sedang berada di titik nadir. Ibukota Yogyakarta dikuasai Belanda dan Presiden, Wakil Presiden beserta beberapa menteri telah ditangkap. 

Meski sebelum ditangkap, Presiden Soekarno telah memberikan mandat kepada Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera, tapi pemerintahan secara gerilya itu belum berjalan dengan efektif. 

Pada masa kritis itu, beberapa pemimpin PDRI kemudian berencana melakukan rapat untuk menyusun strategi dan koordinasi yang masih sangat kurang. 

Lokasi rapat ditentukan berada di nagari Situjuh Batur tepatnya di sebuah surau milik orang tua Mayor Makinuddin HS (Wedana Payakumbuh) yang berada di Lurah Kincia (kincir). Sehabis rapat para peserta yang sebahagian besar berasal dari luar daerah tidur di surau dan rumah di lembah tersebut. 

Dini hari, menjelang waktu subuh, tentara Belanda mengepung dan menembaki surau dan rumah di lembah sempit tersebut. Para peserta rapat yang sedang tidur segera bangun dan berusaha bersembunyi dari hujan tembakan. 

Sebagian lagi mencoba melawan dengan membalas tembakan, namun tidak mampu menghalau kepungan. Posisi mereka terjepit dalam lembah yang sempit sedangkan serdadu Belanda berada di ketinggian dengan senjata lengkap. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline