Over kapasitas lapas di Indonesia selalu jadi sorotan saat peristiwa buruk terjadi di lingkungan lapas, seperti kerusuhan atau kebakaran. Napi kasus narkotika mendominasi lapas hampir 50 persen dari total penghuni rutan. Tentu saja dengan kepadatan yang sudah melebihi kapasitas penampungan, berpotensi memunculkan masalah-masalah internal dalam pengelolaan lapas, khususnya lapas Tangerang.
Berdasarkan data Kemenkumham RI per 9 September 2021 Jumlah petugas di Lapas Kelas I Tangerang sekitar 182 orang. Sementara jumlah narapidana mencapai 2.069 orang dengan kapasitas lapas sejatinya hanya untuk 600 orang. Yasonna mengakui lapas tersebut over kapasitas 244,83 persen atau kelebihan 1469 napi.
Menteri Yasona Laoli menyebutkan anggaran menjadi hambatan dalam menambah kapasitas lapas. Ironisnya, setiap tahunnya Kemenkumham mendapatkan tambahan anggaran dari APBN yang diharapkan bisa digunakan untuk mengatasi masalah klasik yang terus terjadi berulang-ulang. Meskipun jumlah anggarannya relatif besar, permasalahan di lingkungan lapas tak juga hilang. Persoalan klasik yang kerap muncul adalah kapasitas yang berlebih (overload).
Selama 5 tahun terakhir, anggaran Ditjen Pas (Pemasyarakatan) per tahun di kisaran Rp5 triliun dan porsinya berkisar 40 persen dari pagu Kemenkumham. Bahkan, pada 2019, anggarannya sempat mencapai Rp6,11 triliun atau 42 persen dari pagu kementerian. Untuk anggaran tahun 2021 dipagu Rp5,77 triliun atau 0,35 persen dari total pagi Kemenkumham Rp16,61 triliun.Bahkan Kemenkumham meminta tambahan pagu anggaran 2022 sebesar Rp.2,74 triliun yang digunakan untuk program dukungan manajemen, program penegakan dan pelayanan humum serta program pemajuan dan penegakan HAM.
Sebagian besar anggaran itu seharusnya digunakan untuk meningkatkan pengelolaan lapas di Indonesia. Jika permasalahannya over kapasitas, maka anggaran harus digunakan untuk menambah kapasitas rutan, bukan hanya sekedar memperbaiki instalasi listrik atau memperbaiki sistem peringatan alarm kebakaran. Anggaran seharusnya digunakan untuk menyelesiakan masalah jangka panjang dengan memperbaiki SOP pengawasan dan pengelolaan Lapas. Namun, perlu diingat proses perubahan aturan tentunya memerlukan waktu dan anggaran tambahan untuk melakukan rapat dan kajian.
Proses perubahan aturan justru tidak boleh menyerap anggaran lebih besar dibanding menyelesaikan akar masalahnya. Jangan menggunakan anggaran untuk program-program mubazir yang menciderai semangat perbaikan lembaga permasyarakatan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H