Lihat ke Halaman Asli

Irvan Kurniawan

Menulis untuk perubahan

Berilmu untuk Apa?

Diperbarui: 4 November 2018   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Penanya pertama memberi sebuah pertanyaan kepada saya kira-kira 2 bulan lalu. Dia bertanya begini: "Bro, apa yang telah kau hasilkan dari semua ilmu yang dipelajari dari SD sampai Kuliah? Berapa banyak 'materi' yang kamu dapat? Kalau tidak ada berarti ilmu telah kau pelajari itu tidak produktif karena tidak menghasilkan sesuatu."

Siang tadi, seorang junior di salah satu organisasi mahasiswa (saya sebut sebagai penanya kedua) juga bertanya perihal ilmu tersebut.

"Kak, dari semua ilmu yang sudah dipelajari apa nilai yang telah diperjuangkan?"

Dari isi pertanyaan kedua penanya di atas, sesungguhnya menggambarkan dua cara pandang tentang ilmu. Penanya pertama melihat ilmu sebagai alat produksi, untuk menghasilkan sesuatu. Dalam hal ini, dia melihat ilmu sebagai fungsi pragmatik.

Sementara penanya kedua, melihat ilmu sebagai alat perjuangan nilai. Secara tidak langsung dia melihat ilmu sebagai alat pembebasan. Ilmu sebagai alat untuk mendorong perubahan sosial. Kira-kira begitu.

Lalu, bagaimana sikap saya? Memilih ilmu sebagai alat perjuangan pragmatis atau nilai? Kalau memilih fungsi pragmatis asumsinya saya akan berkelimpahan harta material. Sebaliknya kalau saya hanya memilih nilai berarti saya tidak bisa makan enak setiap hari tapi kaya idealisme. hehehehe....

Pilihannya memang cukup dilematis. Karena itu, saya mencoba keluar dari dua pandangan dilematika tersebut. 

Pertama, saya memilih menjadi makhluk yang sadar bahwa perjuangan nilai tidak bisa dilepaskan dari perjuangan materi. Saya lapar pasti butuh uang. Tapi saya tidak mau kesadaran dan kebebasan saya terbelenggu karena uang/materi. Hanya dengan memiliki kesadaran saya menegaskan hakikat saya sebagai manusia. Saya tidak mau menjadi robot yang diperintahkan materi.

Kedua, karena kesadaran itu pula saya tidak melihat nilai sebagai satu-satunya tujuan hidup semata. Saya sadar bahwa saya harus makan, harus berpakaian. Namun materi hanyalah sarana untuk mencapai kemuliaan hidup. 

Perjuangan Ilmu mencapai materi maupun nilai pada akhirnya hanyalah alat untuk membebaskan manusia. Ilmu itu harus menjadi alat perjuangan nilai sekaligus alat perjuangan materi (Pragmatik). Untuk tidak terjebak dalam salah satu pilihan dilematis, kesadaran kritis perlu diasa agar makin tajam. Kita harus sadar bahwa pada titik tertentu kesadaran dan kebebasan kita terancam oleh keterbelengguan materi. 

Kita juga harus sadar bahwa pada kondisi tertentu kita mungkin menjadi manusia yang idealis. Impian mengawang-awang, tapi lupa daratan. Jika dimaknai dalam konteks hidup sesungguhnya ilmu dan kehidupan adalah sebuah seni mendamaikan nilai dan kenyataan, ide dan realitas. Begitulah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline