Lihat ke Halaman Asli

Irvan Kurniawan

Menulis untuk perubahan

Membangun Nation and Character Building dalam Tata Kelola Migas

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh: Irvan Kurniawan

Revolusi industri sebagai peletak dasar pengalihan cara kerja manual ke tenaga mesin,menjadi starting point ketergantungan manusia pada energi.Di abad ke-21ini, ketergantungan itu semakin kronis dengan adanya modernisasi dan globalisasi di bidang ekonomi,teknologi dan komunikasi. Minyak dan gas (Migas)adalah salah satu sumber energi tersebut.Saat ini, hampirsemua pasokan energi di dunia didominasi oleh minyak bumi dan gas. Semua negarapun berlomba-lombamencari, mengelolah dan menjual hasil migas ke pasar global. Cadangan bahan bakar fosildieksploitasi besar-besaran,bahkandi beberapa kasus, persaingan ini menyulut peperangan dalam sejarah peradaban dunia seperti di Angola (1968), Sudan (1999), Guatemala (1980), Konflik Chipas di Meksiko, Vietnam, dan Timur Tengah. Sebabnya satu yakni perebutan lahan minyak.Kita pun tidak dapat menafikan bahwa semua negara di duniamembidik sektor migassebagai national interest yang sangat menentukan maju mundurnya pembangunan maupun peradaban.

Di Indonesia, Minyak bumitelah dieksploitasi selama lebih dari 100 tahun. Tambang Telaga Said merupakan tambang minyak pertama yang ditemukan di Indonesia pada tahun 1885 yang dieksploitasi oleh perusahaan milik Belanda, Royal Dutch. Kemudian disusul oleh penemuan sumur Mathilda di Balikpapan tahun 1897. Seiring dengan permintaan minyak dunia semakin melesit tajam, bisnis migas di Indonesia pun mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sektorini bahkan berhasil menyumbang penerimaan negara terbesar kedua setelah pajak, dengan investasiRp. 300 triliun setiap tahunya. Selain itu, semenjak tahun 2008 sampai sekarang ini 96% tenaga kerja dalam negeri (TKDN) terserap melalui sektor ini.Sementara itu rata-rata jumlah kenaikan tenaga kerja nasional sekitar 1.070 orang per tahun.

Dari sini,terlihat bahwa masa depan ekonomi bangsa ini sangat bergantung padaefektifitas dan efisiensi pengelolaan SKK Migas sebagai lokomotif utama pembangunan. Salah satu bentuknya adalah melalui pemberdayaan Sumber Daya Manusia (tenaga kerja) dan penyegaran sistem yang kondusif dengan visi dan misi SKK Migas. Antara SDM dan sistem adalah dua unsur yang tak dapat dipisahkan. Sistem tidak bisa berjalan tanpa manusia dan manusia akan berjalan dan menemukan arah dalam sistem. Karena itu, tulisan ini adalah refleksi saya bagaimana menata SDM sekaligus menata sistem yang bisa menjawabi masalah dalam kilasan sejarah SKK Migas di Indonesia.

Budaya kerja dan Nilai Kerja

Sumber daya minyak dan gas Indonesia yang begitu melimpah harus disertai dengan budaya kerja yang tinggi. Membangun budaya kerja adalah suatu keharusan jika mau mengelolah kekayaan alam kita bagi kepentingan nasional. Hal senada tentunya selaras dengan spririt kerja yang tengah digenjoti oleh pemerintah sekarang di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Kabinet Kerja adalah salah satu contoh komitmen besar pemerintah dalam meningkatkan produktifitas Indonesia di kancah persaingan global. Jokowi sadar betul bahwa salah satu poros utama bangkitnya ekonomi negara adalah determinasi SDM yang seimbang baik secara pengetahuan, skill, integritas personal dan budaya kerja. Suatu kebijakan dan program yang bagus tentunya tidak akan berguna ketika orang-orang yang mengerjakannya terhanyut dalam sikap malas, korup dan tidak disiplin.

Dalam konteks pengelolaan migas sebagai roh pembangunan, budaya kerja adalah starting point-nya. Menghidupkan budaya baru dalam kultur birokrasi yang terlanjur mapan dengan budaya/kebiasaan lama memang sangat sulit. Sepintas, dari beberapa persitiwa yang terjadi di SKK Migas, perselingkuhan antara ‘pengusaha dengan penguasa’ kerap mewarnai karut-marutnya tata kelola migas seperti yang terungkap dalam kasus Jero Wajik, Rudi Ruiandini, Artha Meris, Sutan Batugana, dll. Ini merupakan salah satu indikator bahwa budaya kerja masih jauh dari panggang api. Korupsi adalah indikasi kemalasan akut dengan mencari solusi instant untuk mendapatkan uang. Selain itu, berdasarkan temuan ketua tim reformasi tata kelola Migas, Faisal Basri, jaringan mafia migas sebenarnya telah menyusup sampai ke inti terdalam lembaga ini. Selain itu, Boni Hargensdalam investigasinya yang berjudul “Siapa sih Mafia Migas itu” secara buka-bukaan menjelaskan relasi keintiman antara mafia migas gerbongGasoline Father dan para pejabat di lingkungan SKK Migas.

Ini semua merupakan bukti bahwa budaya lama sudah terlanjur mapan. Bahayanya, jika budaya ini sudah menjalar dan beranak-pinak dalam mind set para tenga kerja di SKK Migas. Karena itu menata SDM yang berkualitas dan berintegritas adalah soft power dalam membangun budaya sistem yang akuntabilitas, transparan, independen, dan fairness. Di sini, kita perlu membahas soal urgenitas nilai dalam budaya kerja seperti nilai kejujuran,keterbukaan, kerja sama, gotong royong, keadilan dan nilai kemanusiaan. Nilai-nilai ini harus mengalir, dihidupi dan dijiwai sebagai ketahanan pribadi dan kolektif dari segala macam pengaruh korupsi dan kemalasan.Selain itu, pemberdayaan aspek intelegensi pekerja, tentu tidak kala penting mulai dari aspek pengetahuan, emosional dan spiritualitas. Ini semua adalah soft skill yang mesti kembangkan agarsistem maupun integritas personal pekerja dapat digerakan untuk mengelolah Migas yang produktif bagi bangsa dan negara ini.

Nation and Charcter Building

Lalu pertanyaanya, bagaimana menggantikan budaya dan nilai-nilai ini dalam kebiasaan lama di SKK Migas? Di sini kita membutuhkan reformasi nilai/budaya. Artinya, budaya lama yang selama ini cenderung kontra-produktif harus segera digantikan dengan nilai-nilai baru yang lebih produktif. Proses transformasi nilai harus dimulai dari pimpinan, staf, sampai ke pegawai yang paling kecil. Transformasi nilai yang dialirkan terus dalam pikiran dan sistem akan menciptakan budaya sistem baik pula.

Berbicara soal nilai, bangsa kita memiliki kelimpahan nilai. Soalnya, budaya pragmatisme dan individualitas kerap kali lebih mentereng dibandingkan dengan keperibadian kita sendiri. Bung Karno pernah mengatakan, tiap-tipa bangsa dalam masa pertumbuhan, tidak peduli warna kulitnya, pasti akan memasuki masa-masa yang menentukan (decisive periods). Fase itu akan menentukan kemajuan atau kemacetan, kejayaan ataubreak-down sama sekali.

Ini adalah fase-fase penting kita sebagai sebuah bangsa, sebuah fase untuk menegaskan kembali cita-cita nasional kita: masyarakat adil dan makmur. Kita perlu sebuah reformasi budaya kerja untuk menjebol pikiran korup , malas dan rendah diri. Jika kita melihat fenomena akhir-akhir ini, bangsa-bangsa besar yang bisa berkembang di dunia, yang bisa bertahan dari hempasan persaingan global, adalah bangsa-bangsa yang sudah menempa jiwa nasionalnya: bangsa-bangsa berdikari dan memegang teguh kepribadian nasionalnya.Nation building ini akan membangkitkan kepercayaan kepada diri sendiri dan mengikis perasaan rendah diri. Proyek Nation Building di SKK Migas harus gencar dilakukan agar melahirkan optimisme dan daya kreatifitas tenaga kerja Migas dalam menghadapi persaingan di kancah global.

Kepercayaan  akan kekuatan sendiri, akan menumbuhkan penghargaan terhadap produksi nasional. Hal itu juga akan membangkitkan semangat berproduksi dan sekaligus semangat bekerja.

Daftar Sumber

1.Solusi Melawan Perubahan Iklim, Jatam (2009), hal. 67

2.Http: //wikipedia.org/wiki/Kota_Balikpapan, diakses 03 April 2015

3.Data statistik Minyak Bumi ESDM (2011), dalam majalah “Make Mining History” (2012)

4.Penjajah Dari Lubang tambang, JATAM (2009), hal. 57

5.http://finance.detik.com/read/2014/11/19/165510/2753234/459/buka-bukaan-faisal-basri-mulai-mafia-migas-hingga-petral

6.From Political Economy to Economics, Milonakis (2009)

7.Http://www.bonihargens.com/2014/07/12/2401/siapa-sih-mafia-migas-itu-kesaksian-pelaku-1.php

8.Http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pelemahan-kpk-oleh-mafia/

9.www.skkmigas.go.id

10.Http://www.berdikarionline.com/editorial/20111008/kita-butuh-%E2%80%9Cnation-building%E2%80%9D.html
11. Http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/21/141717126/96.Tenaga.Kerja.Hulu.Migas.Ternyata.Orang.Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline