Lihat ke Halaman Asli

“(Tidak) Robohnya Sekolah Kami”

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mendengar kata “sekolah” yang  terbayang dalam pikiran hampir setiap orang adalah sebuah tempat dimana ada guru sebagai tenaga pendidik, peserta didik, dan kegiatan belajar mengajar yang rutin dilakukan setiap hari (senin-sabtu) dari mulai pagi sampai menjelang sore. Bahkan ada sekolah yang sering melakukan kegiatan tambahan sampai malam hari dengan alasan agar peserta didik terbiasa belajar setiap waktu dan setiap hari.

Pikiran yang ada pada setiap orang tersebut tidaklah salah, tetapi itu sebuah pikiran yang terlalu sempit tentang pengertian sekolah dan apa yang dilakukan di sekolah oleh para guru dan peserta didik. Karena pada dasarnya di dalam sekolah banyak sekali kegiatan ataupun aktifitas yang terjadi antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan sekolah dengan lingkungan sekitarnya. Jadi bukan hanya proses belajar saja yang terjadi di dalam kegiatan sekolah tetapi juga proses pembentukan karakter peserta didik. Jika sekolah salah menerapkan proses pembelajaran mungkin masih ada proses remedial, tetapi jika proses pembentukan akhlak dan karakter yang salah maka akan menjadi kesalahan yang amat fatal buat masa depan peserta didik.

Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah, kemudian dikenal sekolah efektif yang mengacu pada sejauh mana sekolah dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yag telah ditetapkan. Dengan kata lain, sekolah disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah direncanakan. Pengertian umum sekolah efektif juga berkaitan dengan perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga suatu sekolah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah, sebaliknya sekolah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (Getzel, 1969).

Taylor (1990) mendefinisikan sekolah efektif sebagai sekolah yang mengorgansisasikan dan memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya untuk menjamin semua siswa (tanpa memandang ras, jenis kelamin maupun status sosial ekonomi) bisa mempelajari materi kurikulum yang esensial di sekolah.

Cheng (1996) mendefinisikan sekolah efektif sebagai sekolah yang memiliki kemampuan dalam menjalankan fungsinya secara maksimal, baik fungsi ekonomis, fungsi sosial kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya maupun fungsi pendidikan.

Pada kenyataannya banyak sekolah yang tidak mampu menjalankan fungsinya dengan optimal. kenyatataan yang dapat kita lihat diantaranya:

1.Terlalu padatnya aktifitas akademik dibandingkan pembinaan akhlak dan karakter (dalam hal ini agama) bahkan ada sekolah yang menganggap pelajaran agama bukanlah sesuatu yang penting. Akibatnya, tidak adanya keseimbangan antara kemampuan akademik dengan akhlak siswa yang dapat menyebabkan terjadinya kecurangan dalam mencapai prestasi.

2.Minimnya aktifitas pembinaan akhlak berakibat tidak adanya karakter yang baik dan menetap pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat menjadi pribadi yang tidak menghormati orangtua dan guru, menghargai orang lain, dan merasa apa yang diperbuatnya adalah yang terbaik mereka lakukan selama tidak mencampuri urusan orang lain.

3.Kurangnya contoh yang baik dari para guru atau orang dewasa di sekolah untuk menjadi panutan para peserta didik dalam melakukan suatu tindakan. Bahkan para guru atau orang dewasa kadang memberikan teladan yang tidak baik seperti jarang sholat, merokok, dan berkata kasar

Contoh di atas merupakan kenyataan yang mungkin saja terjadi pada sebuah lembaga pendidikan atau sekolah, sehingga pondasi yang sudah dibuat dari awal pembelajaran kita hancurkan sendiri. Banyak guru yang mencoba mendidik peserta didik dengan akhlak mulia tetapi peraturan atau sistem kurikulum yang dibuat di sekolah tidak mendukung proses pembinaan akhlak dan karakter tersebut. Jadi bersiaplah mendengar kata “ROBOHNYA SEKOLAH KAMI”.

Robohnya sekolah bukan karena bangunan fisik yang runtuh, bukan pula karena sekolah tidak mempunyai peserta didik, bukan pula karena tidak adanya biaya operasional sekolah tetapi karena sudah tidak adanya lagi yang bisa dibanggakan dari sekolah tersebut. Kebanggaan akan prestasi akademik dicoreng oleh betapa curangnya sekolah menaikkan nilai peserta didik agar dapat lulus Ujian Nasional (UN), bahkan ada sekolah melakukan kecurangan terorganisir dalam pelaksanaan UN melibatkan seluruh civitas sekolah mulai dari pimpinan sekolah sampai peserta didik.

Kebanggaan akan pembentukan akhlak dan karakter tercoreng dengan adanya kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan norma agama, masyarakat maupun adat ketimuran, bahkan sekolah seakan-akan mendukung kegiatan-kegiatan yang tidak jelas latar belakang dan tujuaannya. Sekolah seakan-akan hanya menjadi tempat berkumpul karena tidak mempunyai “RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SEKOLAH”, sehingga yang dilakukan sekolah hanya berdasarkan “INSTING” dari para pengambil kebijakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline