Lihat ke Halaman Asli

Beratnya Menahan Emosi...

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bulan Ramadhan memang membuatku lebih bersemangat dalam ibadah. Kalau di bulan-bulan yang lain seringkali malas untuk sholat berjamaah di mesjid, namun di bulan Ramadhan terasa sayang sekali bila harus melewatkan sholat berjamaah di mesjid.

Seperti kemarin saat aku dalam perjalanan dari kantor klienku kembali kantorku. Kulihat sebuah mesjid kecil di pinggir jalan, akupun membelokkan mobilku ke sana . Sebelum turun, kuganti sepatuku dengan sendal jepit yang memang selalu kusimpan di mobil agar mudah saat berwudhu.

Selesai berwudhu, kulepaskan sandal jepitku di depan pintu di sisi kanan mesjid dan mulai menunggu giliran sholat. Kapasitas mesjid tersebut memang sangat terbatas. Sehingga apabila jemaahnya terlalu banyak, terpaksa sholat berjamaah dilakukan dalam beberapa gelombang.

Gelombang pertama sudah selesai sholat. Beberapa orang bergegas meninggal tempat sholat untuk memberi tempat pada rombongan berikutnya. Namun beberapa orang lagi masih tetap ditempatnya untuk berdzikir, berdoa ataupun sholat sunah.

Hatiku sedikit terusik melihat orang-orang yang masih ditempatnya itu. Memang baik bila mereka banyak melakukan ibadah sunah di bulan Ramadhan ini, namun rasanya jauh lebih baik bila mereka memberikan tempat mereka kepada orang lain mengingat masih banyak sekali orang yang mengantri untuk sholat Dzuhur.

Alhamdulillah, tidaklah lama hatiku terusik karena akhirnya aku mendapatkan tempat di syaf nomor 2 dari depan. Suasana di dalam mesjid yang terasa damai membuatku lebih khusyuk dalam sholat dan sedikit melupakan kekesalanku.

Namun saat tiba saat sujud, kekhusyukanku pun kembali terusik. Tempat sujudku terasa sempit karena orang di depanku mundur terlalu jauh dari batas syaf di depanku. Walaupun mundurnya hanya 1 telapak kaki, posisi sujudku sudah terasa sangat sempit. Hati mulai terasa tak tenang. Mengapa pula orang itu harus mundur mengambil tempat orang lain, sedangkan di depannya masih lega begitu? Sholatpun akhirnya ditemani rasa dongkol.

Selesai sholat, akupun bergegas keluar untuk memberikan tempat untuk gelombang berikutnya yang sudah mulai mengantri. Namun kembali aku merasa terusik, sandal jepit bututku hilang! Kalau dalam pembukuan mungkin harga sandal jepit itu sudah “NOL”, tapi kehilangannya tetap sangat menjengkelkan karena aku membutuhkannya untuk kembali ke mobil.

Kucari dan kucari akhirnya kutemukan jua sandal jepit itu di dekat pintu masuk mesjid yang di sisi kiri. Tampaknya seseorang telah memakainya untuk berwudhu, tapi setelah itu tidak meletakkannnya kembali di tempat ia mengambilnya.

Astaghfirullah… ternyata menahan lapar dan haus di bulan Ramadhan tidak seberapa beratnya dibanding menahan emosi. Baru diuji seperti itu saja, rasanya aku sudah mau mengamuk.

Mudah-mudahan di bulan Ramadhan ini yang kita dapatkan bukan hanya lapar dan dahaga. Selamat Menjalani ibadah puasa..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline