Jalan karier seorang polisi yang dinamis bisa melejit atau sebaliknya mandeg dan terhambat. Penghambatnya bisa karena kurang berprestasi, tak disukai atasan, atau karena politik.
Dalam biografinya, mantan Kapolda Metro Jaya Komisaris Jenderal (Purn) Nugroho Djajoesman mengakui kariernya sempat terhambat beberapa kali. Saya mendapatkan biografi berjudul "Meniti Gelombang Reformasi" itu, saat berkunjung ke kediaman beliau di bilangan Kemang, bersama seorang rekan.
Yang menarik, yang melejitkan dan menghambat karier Nugroho adalah dua tokoh penting dalam percaturan politik masa kini, Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono dan Megawati Sukarnoputri.
Salah satu rintangan berat dalam jalan karier Nugroho ditemui saat menjabat Kapolres Jakarta Pusat. Saat itu secara tidak sengaja dia berbenturan dengan kepentingan bisnis Bob Hasan, konglomerat anak emas Presiden Suharto. Nugroho dengan 'polos' membubarkan sebuah aksi demonstrasi yang dilakukan sekelompok pemuda di depan kantor perusahaan kayu lapis milik pengusaha Korea. Padahal, demo itu adalah demo masa bayaran Bob Hasan untuk mengambilalih perusahaan kayu lapis itu.
Akibatnya, Nugroho pun ditegur atasannya, Kapolda Metro Jaya Mayjen Dibyo Widodo. Menurut Dibyo, Suharto marah akibat ulah Nugroho membubarkan masa pemuda itu. Suharto menilai ulah Nugroho itu menghalang-halangi. Nugroho pun tahu, jika Suharto marah, kariernya bisa terhambat.
Orang yang menjadi penolong Nugroho keluar dari rintangan itu adalah AM Hendropriyono. Hendro saat itu masih berpangkat kolonel dengan jabatan Asisten Intelejen Pangdam Jaya. Hendro adalah senior Nugroho saat mereka belajar di AKABRI, Magelang. "Tenang Dik Nug, nanti saya bantu," ujar Hendro memberi jaminan saat itu.
Jaminan Hendro itu terbukti. Menurut Nugroho, yang dilakukan Hendro saat itu adalah menemui Menteri Tenaga Kerja Sudomo. Dia meminta Sudomo mencabut izin pengusaha Korea itu, sehingga urusan Bob Hasan pun lancar. Karier Nugroho pun kembali mulus hingga mencapai masa keemasannya saat dia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Namun, setelah itu karier Nugroho kembali tersendat. Yang menghambatnya adalah Megawati Sukarno Putri.
Secara prestasi, kiprah Nugroho selama menjadi Kapolda Metro Jaya terbilang cemerlang. Dia bahkan pernah dianugerahi Bintang Yudha Dharma Pratama oleh Presiden BJ Habibie karena kepemimpinannya mengamankan Jakarta di masa awal reformasi.
Namun usai jabatan Kapolda itu, Nugroho ternyata malah dimutasi menjadi Komandan Sekolah Pimpinan (Sespim) Polri. Dari segi jabatan, menjadi Komandan Sespim adalah penurunan, karena jauh prestise dibanding jabatan Kapolda yang menguasai teritori. Dan jabatan komandan Sempim itu biasanya adalah jatah perwira bintang dua (Mayjen) baru.
Nugroho kemudian menanyakan alasan mutasinya yang tak logis itu kepada Kapolri Jenderal Rusdihardjo. "Ini perintah dari ibu (Megawawati, Wakil Presiden saat itu)," jawaban Rusdi tegas atas pertanyaan Nugroho.