KPK dilaporkan memulai pemeriksaan terhadap pengelolaan dana haji Kementerian Agama tahun 2012-2013 yang jumlahnya mencapai 80 triliun. Sumber lain bahkan menyebut angka hingga 120 triliun.
Sontak berita tersebut ditanggapi Menteri Agama ( Menag ) Surya Dharma Ali (SDA ) dengan keheranan karena merasa telah melakukan banyak perbaikan dalam pengelolaan dana haji sesuai rekomendasi BPK BPK mengidentifikasi ada 77 titik rawan dalam pengelolaan dana haji. Menag diantaranya menyebutkan telah dilakukan penyederhanaan jumlah rekening penampungan dana haji dari 27 rekening menjadi tinggal 17 rekening.
Lebih jauh sejumlah politisi menghubungkan pengungkapan KPK atas penyimpangan pengelolaan dana haji bermotiv politis karena di sampaikan menjelang penyelenggaraan Mukernas PPP di Bandung 7-9 Februari 2014 yang lalu dimana SDA adalah Ketua Uumum PPP. Mukernas berujung pada urungnya SDA di deklarasikan sebagai capres tunggal PPP sesuai rencana.
KPK kemudian mengoreksi bahwa yang diperiksa bukan ihwal pengelolaan dana haji melainkan penyelenggaraan haji yang mengandung kerawanan korupsi. Disebutkan 3 titik yang mengandung kerawanan penyelenggaraan haji adalah dalam hal pemondokan , katering dan transportasi.
Di bagian lain Busyo Muqodas Wakil Ketua KPK menyebutkan dana pengelolaan haji yang disetor ke bank mencapai 55 triliun ( Kompas 11/2/2014 ) yang seharusnya tidak perlu disetorkan saat calon jemaah haji melakukan pendaftaran. Konsekswensi dari setoran dana haji di bank adalah bunga bank atas setoran haji yang mencapai 100 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan dengan jelas.
Hal ini kontradiktif dengan berita beberapa bulan yang lalu ketika KPK dan Kemenag sepakat menyatakan "amplop" atau fee untuk Penghulu KUA atas jasa menikahkan sepasang pengantin dinyatakan sebagai gratifikasi yang mengundang protes sejumlah penghulu tidak bersedia menerima permintaan menikahkan diluar hari kerja atau Sabtu & Minggu.
Dengan dua contoh diatas , kita berkesimpulan bahwa disatu pihak amplop penghulu dinyatakan sebagai gratifikasi, tetapi bunga setoran haji bisa dikatakan sebagai rejeki bagi pengelola nya karena tidak dipertanggungjawabkan secara transparan.
Alhasil dalam banyak hal, setidaknya dalam urusan Kementerian Agama kita menemukan standard ganda yang tidak dapat dijelaskan
Selain kita menduga duga kalau jumlahnya besar maka banyak yang turut menikmati alias berjamaah sehingga dianggap milik bersama , sedangkan kalau kecil seperti amplop penghulu tidak menarik sehingga dianggap terlarang.
Lebih dari itu , bangsa Indonesia yang mengaku umat beragama seringkali menunjukkan sikap berbeda dalam ucapan dengan tindakannya.
Seringkali kita mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan yang kita lakukan. Atau menganjurkan sesuatu atau melarang sesuatu tetapi melakukan sesuatu yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan apa yang kita anjurkan atau larang.