Lihat ke Halaman Asli

Munirul Ichwan

Karyawan sebuah PLTU

KH. Hasyim Asyari, Sang Inspirator Perjuangan

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini telah menampilkan manusia-manusia terpilih yang telah menyedekahkan hidupnya untuk tanah air tercinta. Tidak bisa dihitung sudah berapa banyak harta benda, keringat, dan darah dikorbankan untuk mengusir penjajah yang ratusan tahun menghisap kekayaan Indonesia. Pengorbanan luar biasa yang pasti kita -generasi muda- akan sangat berdosa jika tidak menjadikannya sebagai inspirasi. Terlebih di jaman sekarang, dimana telah merajalela pragmatisme dan transaksi politik di hampir semua lini pergerakan, baik di lingkar penguasa maupun di organ-organ non-penguasa. Padahal saat itu, kakek-kakek kita yang telah berjuang mati-matian mengusir penjajah tak pernah berpikir hitung-hitungan maupun transaksi politik akan menjadi apa kelak ketika Indonesia merdeka, apakah akan mendapatkan jabatan atau lahan yang lebih luas untuk bisnisnya. Yang penting Indonesia merdeka, itu saja.


Dan diantara pejuang yang telah berjasa mengantarkan negeri ini menuju pintu kesejajaran dengan bangsa-bangsa lain di dunia adalah KH. Hasyim Asyari, seorang ulama kharismatik asal jawa timur yang juga pendiri organisasi massa terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Sosok KH. Hasyim Asyari begitu istimewa, karena beliau adalah salah satu pahlawan nasional yang memiliki kedalaman ilmu agama namun tetap menaruh perhatian yang luar biasa terhadap pergerakan kemerdekaan. Bisa dikatakan saat itu Kyai Hasyim merupakan seorang ulama nasionalis. Selain itu, Kyai Hasyim juga memiliki pemahaman keberagamaan menarik yang patut diteladani. Meskipun menuntut ilmu agama selama enam tahun lebih di Makkah, yang dikenal sebagai basis paham wahabbi, Kyai Hasyim tetap mencintai negeri ini beserta budaya dan kearifan lokal di dalamnya. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan pemahaman wahabbiyangterkenal puritan dan menolak berbagai tradisi lokal.


Nasionalisme Kyai Hasyim dapat dilihat dari keseluruhan hidupnya yang dipersembahkan untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Beliau ikut berjuang melawan penjajah dan tak mau bertekuk lutut pada kehendak mereka. Kyai Hasyim melarang para ulama lain mendukung Belanda ketika diserang Jepang dalam Perang Dunia II, bagi beliau haram hukumya berkongsi dengan penjajah karena penjajahan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam Islam. Selain itu, ulama yang memiliki nasab (garis keturunan) sampai ke Sunan Ampel hingga imam Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir ini juga tidak mau menuruti perintah Jepang untuk melakukanseikerei (membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 untuk menghormati kaisar dan dewa matahari) yang membuat Jepang sangat marah dan kemudian menangkap dan memenjarakan beliau. Perlakuan jepang saat itu sangat kasar terhadap Kyai Hasyim, sampai-sampai jari tangan beliau patah dan tidak bisa digerakkan.


Dan yang paling fenomenal adalah fatwa jihad yang dikeluarkan Kyai Hasyim bersama ulama-ulama lain pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini telah memberi legimitasi kepada para pejuang kemerdekaan untuk melawan tentara-tentara Belanda sehingga semangat para pejuang menjadi berlipat ganda. Sejarah mencatat ribuan orang telah berbondong-ondong memenuhi kewajiban jihadnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung. Peristiwa 10 November di Surabaya adalah bukti bahwa fatwa jihad tersebut sangat ampuh membakar keberanian suci para pejuang. Kyai Hasyim Asyari telah berhasil memformulasikan agama sebagai motivasi dasar sekaligus sumber legimitasi yang menggerakkan perjuangan melawan penindasan. Seandainya saja waktu itu Karl Marx (filsuf besar asal Jerman) masih hidup, mungkin ia akan menyesali pernyataannya tentang agama sebagai candu yang membuai dan menina-bobokan kaum tertindas agar tidak melakukan perlawanan.


Selain itu, kepedulian Kyai Hasyim Asyari terhadap tanah air juga diwujudkan melalui pendidikan agama yang memperkokoh semangat kebangsaan dan kemajuan. Sebagai seorang ulama yanglahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren, Kyai Hasyim memiliki komitmen yang kuat di bidang pendidikan dan pemberdayaan umat. Ayahnya, Kyai Asyari merupakan pendiri Pesantren Keras (dinamakan demikian karena letaknya di Desa Keras, Jombang selatan). Di pesantren inilah Kyiai Hasyim muda mulai nyantri. Saat itu beliau dikenal sebagai santri yang sangat cerdas, rajin, dan ulet. Bahkan di usia 13 tahun, Kyiai Hasyim telah dipercaya ayahnya untuk mengajar di Pesantren Keras, meskipun sebagai guru pengganti. Setelah dewasa dan memiliki bekal ilmu yang mumpuni, beliau meneruskan perjuangan ayahnya dengan mendirikan Pesantren di dukuh Tebuireng,sebuah wilayah yang pada awalnya dikenal sebagai tempat orang-orang yang tidak mengerti agama dan berperilaku buruk. Masyarakatnya suka merampok, berjudi, dan berzina. Ketika dinasehati oleh keluarga dan teman-temannya agar mengurungkan niat membangun pesantren di daerah tersebut, beliau menolak dan berpendapat“Menyiarkan agama Islam ini artinya memperbaiki manusia. Jika manusia itu sudah baik, apa yangakan diperbaiki lagi daripadanya. Berjihad artinyamenghadapi kesulitan dan memberikan pengorbanan. Contoh-contoh ini telah ditunjukkan Nabi kita dalam perjuangannya.”


Terbukti, seiring berjalannya waktu perjuangan Kyai Hasyim mulai menuai buah-buah keberhasilan. Tebuireng yang semula merupakan wilayah yang penuh dengan kemaksiatan berubah menjadi taman iman, ilmu, dan amal. Sebuah perubahan sosial yang sangat sulit ditandingi, terlebih pada masa sekarang. Selain itu jamaah yang didirikannya bersama para ulama lain, yaitu Nahdlatul Ulama, kini telah menjadi jamaah terbesar di Indonesia yang konsisten menegakkan dakwah Islam yang moderat, dengan berdasarkan pada prinsip persaudaraan (ukhuwah) dan toleran (tasamuh). Jika saja tidak ada Nahdlatul Ulama, kemungkinan besar Indonesia juga akan terjangkit virus keberagamaan yang vandal dan intoleran, seperti yang saat ini tengah dialami Pakistan, Afghanistan, Sudan, bahkan Mesir.


Jiwa patriotik dan kedalaman ilmu yang dimiliki oleh Kyiai Hasyim Asyari sudah sepatutnya menjadi contoh dan pegangan bagi kita -khususnya golongan muda- untuk lebih keras lagi dalam berjuang dengan tantangan yang khas di jaman ini. Komitmen, keberanian, dan konsistensi beliau merupakan nilai universal yang saat ini harus kita jadikan inspirasi untuk berjihad memberantas musuh-musuh negara sekaligus musuh agama, seperti korupsi, monopoli ekonomi, dan pembodohan publik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline