Lihat ke Halaman Asli

Yang Kaya...Bantu Doonk..

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Negara Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptakan miliarder-miliarder baru pasca reformasi ini. Bagaimana tidak, hal tersebut dikarenakan berkembangnya sektor keuangan dan properti di Indonesia. Memang, baru dua sektor tersebut yang sudah berkembang, namun masih begitu banyak potensi-potensi yang dimiliki negara ini. Banyak sekali sektor di Indonesia yang akan menghasilkan pemasukan-pemasukan untuk negara, tinggal menunggu uluran tangan pemerintah untuk membina sektor-sektor ini secara intensif ; pertambakan, perikanan, perkebunan, kelautan, pertambangan, pertanian. Sayangnya, beberapa sektor tersebut sudah banyak dibina lebih dulu oleh pihak swasta. Sebenarnya hal tersebut tidak begitu menjadi suatu permasalahan yang besar, jika mereka taat untuk membayar pajak. Bahkan, seyogyanya pajak yang dikenakan terhadap mereka lebih ditingkatkan nilainya (Direktur Institute for Development of Economics and Finance, M. Ikhsan Modjo), sehubungan dengan status yang mereka miliki, yaitu Orang Kaya.

Orang Kaya dan Pajak, hal ini patut tuk dijadikan wacana. Bagaimana tidak, jumlah miliarder di Indonesia 2007 naik 16,8 persen menjadi 23 ribu orang. Pertumbuhannya terbesar kelima di dunia dan ketiga di Asia, dimana lingkup miliarder yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki kekayaan lebih dari US$ 1 juta (Rp 9,3 miliar) dalam bentuk aset finansial, seperti uang tunai, ekuitas, dan surat berharga. (World Wealth Report, Merrill Lynch and Capgemini) Dalam paper ini, mari kita samakan mindsetnya, dimana orang kaya adalah miliarder. Lalu bagaimana dengan “Pajak” mereka? Ironisnya, pembayaran pajak oleh orang-orang kaya di Indonesia masih sangat rendah. (Andi Rahmat, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat) Tidak seperti penerimaan pajak dari PPh badan yang mencapai Rp 160 triliun, PPh pribadi hanya memberikan sumbangsih mereka hanya sebesar Rp 31 triliun. (Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang PPh)

Kemudian, sebanyak 23 ribu orang kaya yang ada di Indonesia, bagaimana dengan “Pajak” mereka? Lagi-lagi nilai minus. Seharusnya orang-orang kaya bisa membayar PPh sekitar Rp 2 miliar per tahun bahkan Rp 5 miliar per tahun. Namun baru sekitar 400 orang yang membayar PPh-nya sebesar Rp 5 miliar per-tahun dan sekitar 1.500 orang membayar PPh-nya sebanyakRp 2 miliar per-tahun. (Andi Rahmat, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat) Lalu bagaimana dengan sisanya yang sekitar 21 ribu orang kaya? Bahkan, Andi Rahmat mengusulkan untuk membangun kantor pajak tersendiri untuk mengintensifkan pajak terhadap orang kaya, karena pemasukan negara akan sangat-sangat meningkat signifikan jika pengenaan pajak terhadap orang kaya digalakkan.

Saat ini belum cukup galak. Pemerintah sudah terlalu banyak memberikan insentif perpajakan kepada dunia usaha. Akibatnya penerimaan perpajakan berpotensi kurang Rp35 triliun. “Dunia usaha itu mintanya tidak habis-habis, dibilang RUU tidak friendly. Padahal untuk membuat RUU itu friendly, otoritas fiskal harus berkorban minimal Rp35 triliun. (Jusuf Anwar, Menteri Keuangan RI, 2005) Nilai minus lagi terhadap kaum pengusaha swasta. Padahal, pemerintah sudah memperjuangkan sektor swasta yang berakibat bertambahnya utang pemerintah sebesar Rp 650 triliun pada 1997-1998. (Jusuf Anwar, Menteri Keuangan RI Th 2005) Namun, masih minim saja kesadaran untuk membayar pajak. Lalu mau kemana negara ini kalau pajak saja tidak berwibawa untuk menarik pajak

Ditambah lagi dunia usaha yang dimanjakan dengan pemberian insentif. Sejauh ini insentif yang sudah diberikan adalah kelonggaran pajak untuk investasi (investment allowance) sebesar 30%. Lalu ada kompensasi kerugian 5 tahun jadi 10 tahun dan tarif deviden diturunkan. (Hadi Purnomo, Direktur Jenderal Pajak, 2005) Seyogyanya orang kaya di-intensifkan pembayaran pajaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline