Lihat ke Halaman Asli

Dian S. Hendroyono

TERVERIFIKASI

Life is a turning wheel

Setelah Mama Pergi

Diperbarui: 22 Mei 2023   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Ilustrasi} Bapak dan mama sudah kembali bersama di sana. (Sumber foto: Coombesy/Pixabay)

Kamis, 11 Mei 2023, pukul 23.04 WIB, Allah SWT memutuskan urusan mama di dunia yang fana ini telah usai, pada usia 77 tahun. Mama wafat di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, saat diopname untuk ketiga kalinya sejak bulan Ramadan lalu. Tidak ada tanda bahwa mama akan pergi malam itu, bahwa mama tidak akan lagi melihat Asar pada hari berikutnya.

Mama sedang tidur, nyenyak, sesuatu yang sulit untuk dilakukannya dalam beberapa hari terakhir sebelum wafat. Menjelang pukul 23.00, mama menarik napas panjang sebanyak empat kali, lalu tubuhnya terkulai. Lalu mama dinyatakan telah pergi oleh dokter, empat menit kemudian.

Saya, yang sedang bergiliran jaga malam itu, hanya bisa terpana, sebelum akhirnya tangis pecah. Saya sudah melihat perubahan di wajah mama pada awal Ramadan. Namun, saya pikir itu adalah karena ia sedang sakit. Ternyata...

Karena mama adalah anggota Nafsul Mutmainah, semacam asuransi kematian di RSIJ, maka segala urusan pascawafat diserahkan kepada mereka. Saya ikut memandikan mama, untuk terakhir kalinya. Ikut membalutnya dengan kain kafan. Mama dimakamkan keesokan pagi. Tidak perlu menunggu lama. Tidak ada juga anggota keluarga yang harus ditunggu kehadirannya.

Mama dimakamkan dalam satu liang lahat bersama bapak, yang telah wafat pada 23 Oktober 2004. Itu sesuai dengan permintaan mama, yang pernah menuliskan niat dimakamkan dalam satu liang lahat bersama bapak, sang kekasih hati.

Meski mama tak menuliskannya pun, saya sudah memutuskan bahwa tempat terakhir untuk mama adalah bersama bapak. Tidak ada yang lain.

Kalau dipikir-pikir, sejak bapak wafat nyaris 19 tahun yang lalu, mama sudah tahu dengan pasti di mana ia akan dimakamkan. Mama sudah tahu bahwa rumah terakhirnya adalah tetap bersama bapak.

Setelah mama pergi, kami tinggal bertiga, saya dan dua adik, di rumah. Semua resmi menjadi yatim piatu. Insya Allah, kami akan baik-baik saja. Akan tetapi, transisi paling nyata sepertinya terjadi pada diri saya. Kedua adik saya masih punya pekerjaan kantor untuk digeluti. Sementara saya, sejak 2019 saya hanya merawat mama, diselingi pekerjaan freelance.

Sungguh, ketika bangun pagi, kadang saya secara automatis saya niat untuk membuat bubur nasi seperti ketika mama masih ada. Namun, untung saja segera teringat, bahwa hal itu tak perlu lagi saya lakukan.

Salah satu teman mengatakan bahwa dunia saya sudah terbuka lebar sekarang. Saya bisa melakukan apa saja yang saya mau. Masalahnya, lebih mudah mengatakan ketimbang melakukan. Rasanya saya tidak akan kembali ngantor. Rasanya tak ada kantor yang mau menerima saya yang sudah berusia lebih dari setengah abad.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline