Lihat ke Halaman Asli

Dian S. Hendroyono

TERVERIFIKASI

Life is a turning wheel

Oktober 2022 Dibuka dan Ditutup dengan "Stampede"

Diperbarui: 2 November 2022   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stadion Kanjuruhan satu bulan setelah tragedi yang menewaskan 135 suporternya. (Sumber: Kompas.com/SUCI RAHAYU)

Stampede

/stam'ped/

A sudden rapid movement or reaction of a mass of people in response to a particular circumstance or stimulus. (Google Dictionary)

Oktober 2022 sudah berlalu. Bolehlah berlega hati, tapi bulan itu pantang dilupakan. Entah kenapa, mungkin karena sudah diatur oleh Yang Kuasa, Oktober 2022 dibuka dan ditutup dengan keributan yang melibatkan massa dalam jumlah banyak dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Istilahnya adalah stampede kalau orang Inggris bilang. Artinya seperti yang dituliskan di pembuka artikel ini; pergerakan atau reaksi yang terjadi secara tiba-tiba oleh sekelompok massa sebagai respon dari keadaan atau stimulus tertentu.

Pada 1 Oktober 2022, penduduk Indonesia dibuat kaget dan berduka dengan jatuhnya korban kelar pertandingan Liga 1 Indonesia, antara Arema FC dengan Persebaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang. Dan, tuan rumah kalah 2-3.

Seperti yang telah kita saksikan melalui berbagai rekaman, para suporter Arema langsung memasuki lapangan, disebut-sebut karena kekalahan itu. Tampaknya tidak terjadi apa-apa, hingga polisi memutuskan untuk mulai menembakkan gas air mata. Sejauh yang saya lihat dan baca, mulainya penembakan gas air mata memicu pergerakan massa yang tak beraturan. Semua panik.

Sungguh, saya tak tahu apa-apa tentang Stadion Kanjuruhan. Belum pernah menyambangi atau nonton sepak bola di sana, jadi saya tak bisa membayangkan seperti apa lay-out stadion, berapa pintu yang ada (ternyata ada 14 pintu, saya ketahui beberapa hari kemudian).

Yang saya tahu, sepak bola adalah family affair. Acara keluarga, menggembirakan. Lihat saja penonton yang hadir. Remaja, anak-anak, bapak-ibu datang bersama anaknya. Semua hadir untuk menyaksikan klub kesayangan mereka berlaga.

Mereka datang ke Stadion Kanjuruhan, yang jaraknya dari pusat kota Malang sekitar 23 km, 45 menit naik sepeda motor, sekitar satu jam jika naik kendaraan roda empat. Semua berduyun datang ke sana.

Tapi, mereka tidak pernah mereka bermimpi untuk ditembaki gas air mata dan lantas tewas terinjak-injak ketika mencari jalan keluar. Tidak pernah bermimpi untuk kehilangan anggota keluarga karena kejadian itu.

Dari artikel Kompas.com, yang isinya adalah berita foto satu bulan setelah tragedi, Kanjuruhan rusak. Semua masih seperti ketika rusuh massa kelar. Stadion akan direnovasi total tahun depan, kalau menurut berita itu.

Sudah pasti, Tragedi Kanjuruhan langsung masuk dalam daftar tragedi sepak bola dengan jumlah korban tewas lebih dari 100 orang. Hingga tulisan ini kelar ditulis, korban tewas mencapai 135 orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline