Lihat ke Halaman Asli

Dian S. Hendroyono

TERVERIFIKASI

Life is a turning wheel

Mohamed Salah dan Menurunnya "Hate Crime" di Kota Liverpool

Diperbarui: 9 Februari 2022   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gestur khas Mohamed Salah dalam merayakan gol yang dicetaknya. (Sumber: Sporting News Online)

Okay, Mohamed Salah gagal membawa Mesir menjadi juara di Africa Cup of Nations, atau AFCON, edisi 2021. Sedih memang, karena The Pharaohs digadang-gadang bisa menjadi kampiun di final yang digelar pada 5 Februari 2022 di Yaounde.

Namun, Senegal ternyata lebih yahud dibanding Mesir. Sadio Mane dan kawan-kawan unggul adu penalti pada final yang berlangsung pada 6 Februari 2022 di ibu kota Kamerun itu.

Kehadiran Salah di lapangan hijau, baik bersama klubnya, Liverpool, atau bersama tim nasional Mesir, selalu menjadi andalan. Sejak pindah dari AS Roma ke Merseyside, pada 1 Juli 2017, sudah banyak yang dilakukan Salah untuk The Reds.

Pada musim kedua di Anfield, Salah membantu Liverpool menjadi juara Liga Champions 2018-19. Pada musim ketiga, Salah dan kawan-kawan membuat Liverpool menjadi juara Premier League 2019-2020. Gelar juara liga itu adalah yang pertama sejak 1989-1990.

Untuk prestasi pribadi, Salah adalah pencetak gol terbanyak Premier League 2017-18 dan 2018-19. Juga, ia terpilih menjadi Pemain Terbaik Premier League 2017-18.

Akan tetapi, peran Salah di Liverpool tidak hanya di lapangan hijau, namun pengaruhnya juga dirasakan oleh kota Liverpool.

Pemain bernama lengkap Mohamed Salah Hamed Mahrous Ghaly itu menjadi subyek penelitian yang dilakukan oleh para ahli political science dari Universitas Stanford, Universitas Yale, dan Universitas Colorado Boulder. Semuanya di Amerika Serikat.

Para peneliti itu meluncurkan sebuah hasil penelitian yang dimuat di jurnal American Political Science Review, Volume 115, Issue 4, November 2021. Artikel berjudul "Can Exposure to Celebrities Reduce Prejudice? The Effect of Mohamed Salah on Islamophobic Behaviors and Attitudes" itu dimuat secara online oleh Cambridge University Press pada 7 Juni 2021.

Penelitian itu didasarkan pada kehadiran Mohamed Salah, seorang Muslim, pemain sepak bola kelas dunia, di Liverpool. Para peneliti menggunakan data laporan hate crime, atau kejahatan kebencian, dari 25 departemen kepolisian di Inggris antara 2015 hingga 2018.

Dari data itu disaring kejahatan kebencian yang terjadi di Liverpool, termasuk setelah Salah bergabung dengan Liverpool. Terdapat penurunan level hate crime, salah satunya berhubungan dengan Islamofobia, hingga 16 persen di Merseyside jika dibandingkan dengan sebelum Salah datang ke Liverpool.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline