Pergelangan kaki terkilir bukan penyakit langka. Jauh dari langka. Menurut Google, ketika saya melakukan pencarian untuk "sprained ankle", muncullah statistik kilat yang menyatakan terkilirnya pergelangan kaki adalah kejadian yang sangat sering terjadi.
Dalam satu tahun, di Indonesia, ada lebih dari 2 juta orang yang mengalaminya, demikian menurut Mbah Google.
Agaknya, angka itu akan lebih banyak kalau ditambah dengan mereka-mereka yang tidak "lapor" ke rumah sakit setiap kali pergelangan kakinya terkilir.
Salah satunya adalah saya. Saya tidak mau repot-repot datang ke rumah sakit untuk masalah terkilir. Sebab, kalau saya berobat ke rumah sakit setiap kaki saya terkilir, maka jumlahnya akan sangat memalukan.
Saya adalah makhluk yang mudah terkilir, entah itu pergelangan kaki atau pergelangan tangan. Pergelangan kaki terkilir paling mutakhir yang saya alami adalah pada Senin pekan lalu.
Ceritanya, saya harus ke kantor kelurahan karena ada surat yang harus ditanda tangani oleh Pak Lurah. Kantor Lurah lumayan dekat dari rumah, tidak lebih 1 kilometer jauhnya.
Saya berangkat lumayan pagi, well, pagi untuk ukuran saya bisa jadi sudah lumayan siang untuk orang lain. Saya berangkat naik bajaj, maksudnya supaya lebih cepat sampai ketimbang jalan kaki.
Kantor Lurah ini memiliki banyak penggemar. Setiap hari pasti banyak didatangi oleh mereka yang tergila-gila pada tanda tangan Pak Lurah. Ketika saya tiba, benar saja, pesaing saya sudah banyak. Padahal hanya satu loket yang dibuka. Antri adalah jalan satu-satunya.
Selesai urusan, belum selesai juga sih, sebab saya masih harus mengambil surat itu keesokan hari, saya memutuskan pulang dengan berjalan kaki. Lewat rute lain, karena saya ingin mampir ke minimarket. Jalan yang saya lalui, di tepi kali, memiliki trotoar yang rapi. Saya senang berjalan di atasnya.
Beberapa meter sebelum mencapai minimarket, papannya sudah tampak dari tempat saya berdiri, tiba-tiba saya melihat sebuah bangunan yang belum pernah saya lihat sebelumnya.