Lihat ke Halaman Asli

Dian S. Hendroyono

TERVERIFIKASI

Life is a turning wheel

Rasanya Nonton Sepak Bola di Camp Nou

Diperbarui: 29 Oktober 2021   01:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stadion Camp Nou diambil gambar dari salah satu sudut pada April 2016.| Sumber: DAVID RAMOS/GETTY IMAGES via juara.bolasport.com

Saya beruntung pernah nonton sepak bola di Stadion Camp Nou milik Barcelona. Ketika itu, 26 Mei 1999, adalah final Liga Champions dengan finalisnya adalah Bayern Muenchen dan Manchester United.

Jadi, final itu menjadi tugas Eropa saya yang pertama di Tabloid BOLA, tapi bukan liputan pertama ke luar negeri. Kaget juga ketika tahu saya mendapat tugas itu. Langsung saja saya mengirim email ke UEFA, Federasi Sepak Bola Eropa, untuk mendapatkan tiket dan ID card.

Tanpa membutuhkan waktu lama, pihak UEFA memberi konfirmasi bahwa saya bisa menyaksikan final di Barcelona dan harus mengambil paket berisi tiket dan sebagainya di media centre di Camp Nou.

Dua hari sebelum final, saya datang ke Camp Nou. Jalan masuk ke kompleks stadion lumayan jauh dan sangat sepi saat itu. Sayangnya, bahkan Museum Barcelona pun ikut tutup. Mungkin karena ada persiapan untuk final. Padahal, saya sudah siap untuk berkeliling museum.

Keesokan hari, saya hadir di jumpa pers yang digelar oleh United dan Muenchen. Lokasinya lumayan jauh, di Sitges, jauh di luar Barcelona. Sitges merupakan resort wisata yang beken di sana.

Sehari sebelum final, Barcelona mulai ramai dengan kedatangan suporter. Sangat berbeda dengan sehari sebelumnya, yang sangat sepi. Sangat terlihat bedanya antara suporter United dan Muenchen dengan penduduk lokal. Para suporter itu sangat ramai. Bergerombol ke mana-mana, terutama di sekitar stadion, padahal belum ada apa-apa di sana.

Pas hari final, saya terlambat berangkat. Rencananya, saya ingin tiba di stadion sekitar tiga jam sebelum kick-off. Ternyata, saya terhambat gara-gara pagi itu saya harus mengirim berita dan foto-foto ke Jakarta. Ketika itu, internet masih sangat primitif, bahkan di kota besar seperti Barcelona.

Saya harus memakai modem untuk mengirim file-file. Bikin frustrasi. Lambat sekali aliran datanya, butuh berjam-jam untuk bisa mengirim semuanya. Akibatnya saya pun telat.

Oh iya, di Barcelona, saya diinapkan di sebuah rumah yang dimiliki oleh sepasang suami-istri, Luis Canova dan istrinya yang saya lupa namanya. KBRI di Madrid yang mengatur saya untuk bisa tinggal di sana.

Saya menginap bersama Mas Angri (atau Angry, ya tulisannya?), wartawan Majalah Hai. Nah, pada hari final, dia sudah menghilang sejak pagi. Dia memakai ID fotografer, sedangkan saya memakai ID reporter. Jadi, saya bakal duduk di tribun, sedangkan dia di lapangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline