[caption id="attachment_181237" align="aligncenter" width="491" caption="Pasar Babi, Makale"][/caption]
Saya tak tahu persis, apakah memang namanya Pasar Babi. Karena sejatinya, lokasi yang saya maksud masih berada dalam kompleks Pasar Sentral Makale, Kabupaten Tana Toraja. Sebutan Pasar Babi sendiri saya dapatkan dari seorang penjual sembako yang mempunyai stand persis di depan gerbang pasar.
Pasutri penjual sembako ini sebenarnya langganan tidak tetap (Lho, langganan kok tidak tetap) istri saya. Setiap berbelanja keperluan dapur, maka pasutri ini wajib disambangi. Bukan penduduk asli, pun demikian dengan kami. Maka terjalinlah ikatan emosional yang kuat sebagai sesama pendatang.
Sebagai langganan, tentu sudah banyak kali kami ke sana. Sambil menawarkan barang, si Ibu penjual sembako berkata “Mau lihat babi?”. Kalau lihat babi sih sering, kata saya dalam hati. “Di belakang ada pasar babi”, Si ibu buruburu melanjutkan, barulah rasa penasaran ini terusik.
Saya mengirim sinyal ke istri untuk segera menuntaskan transaksi. Tawar menawar harga pas tancap gas (mirip lagu). Sepeda motor matic saya pacu mengikuti jalan yang mengitari pasar. Tiba di belakang pasar, saya tak menemukan pemandangan yang dimaksud.
Dalam imajinasi saya, Pasar Babi itu serupa tanah lapang. Namun yang saya temukan, di bagian kanan jalan adalah bangunan perumahan penduduk, sedang di bagian kiri berjejer kendaraan yang membelakangi pasar sentral.
Ternyata saya kurang jeli, Pasar Babi lokasinya rapat dengan bangunan pasar, hanya dibatasi tembok setinggi ± 1,5 meter. Jika dilihat dari jalan, memang terhalang oleh kendaraan yang parkir. Belakang saya baru tahu, kalau kendaraan itu adalah kendaraan pengangkut Babi, yang didatangkan dari pedalaman Tana Toraja, juga daerah sekitar seperti Toraja Utara juga Luwu Raya.
[caption id="attachment_181238" align="aligncenter" width="415" caption="Hitam"]
[/caption]
[caption id="attachment_181239" align="aligncenter" width="491" caption="Belang"]
[/caption]
[caption id="attachment_181242" align="aligncenter" width="491" caption="Babi anak dalam karung"]
[/caption]
Dalam blok sekira 50x20 meter itulah Pasar Babi. Terbagi tiga kompartemen. Bagian kanan, untuk babi anak, bagian kiri untuk daging babi, ditengahtengahnya dan merupakan bagian paling luas adalah untuk babi dewasa.
Babi anak disimpan dalam karung putih (serupa karung beras), sesekali karung dibuka untuk diperlihatkan ke calon pembeli. Sementara babi dewasa dibaringkan di atas balai-balai mini yang terbuat dari bambu, lalu diikat menggunakan kulit luar bambu yang telah dibilah sangat tipis.
Tibatiba seorang bapak menghampiri, “Baru ke sini? dari tadi saya lihat fotofoto”. Iya, jawab saya. Meski tak menyebut identitas lengkapnya, namun si Bapak bercerita banyak tentang aktivitasnya beternak babi. Menurutnya, harga babi kecil sekitar 500-750 ribu, sedang babi dewasa pada kisaran 3-9 juta.
“Namun itu harga normal, karena terkadang ada babi dihargai puluhan bahkan ratusan juta” Terangnya. Dia lalu bercerita tentang babi yang bobotnya serupa kerbau yang punya nilai tawar tinggi. “Berbeda dengan kerbau, biasanya babi hitam lebih mahal dari babi belang” lanjutnya.
“Kalau lagi musim pesta, harga babi akan mahal. Sedang kalau musim biasa, banyak yang beli babi anak untuk dipelihara”. “Sudah yah, saya mau menjual dulu” pungkas bapak sambil berjalan menuju ke salah satu mobil pengangkut babi.
Mobil pengangkut babi adalah truk mini empat roda. Dibuat dua lantai untuk mengoptimalkan kapasitas pengangkutan. Pada dasar lantai diberi jerami padi atau sekam, tentunya untuk menghindari stress pada babi ketika perjalanan. Tak lupa juga diberi pakan hijauan berupa sayur babi.
[caption id="attachment_181243" align="aligncenter" width="474" caption="Daging"]
[/caption] [caption id="attachment_181244" align="aligncenter" width="491" caption="Mobil pengangkut"]
[/caption] [caption id="attachment_181245" align="aligncenter" width="444" caption="Tawar-menawar harga pas tancap gas"]
[/caption]
Hampir lupa, jadwal pasar babi, mengikuti jadwal pasar sentral yang hanya enam hari sekali. Saya ke sana ketika hari minggu, maka dipastikan hari pasar berikutnya jatuh pada hari sabtu. Jika hari biasa, maka tidak ada babi yang dipasarkan, namun beberapa penjual daging masih terlihat. Harga daging sekira 40 ribu per kilogram, namun berfluktuasi.
Ketika menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan UNHAS, saya sering mendengar cerita tentang Pasar Bolu (hewan) di Toraja. Ingin sekali hati ke sana, terkadang iri melihat dokumentasi teman-teman berfoto dengan kerbau belang. Sampai sekarang, hasrat itu belum terwujud. Tapi ternyata Tuhan punya rencana lain, saya dibawa ke Pasar Babi.
@Makale, Februari 2012, Diselasela Bulan Madu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H