Seperti penyakit kronis degeneratif pada umumnya, tidak disebabkan oleh satu penyebab. Beberapa hal dapat menjadi faktor risiko atau penyebabnya. Diabetes juga demikian, faktor genetik (keturunan), riwayat keluarga, usia, ras, etnis, dan lingkungan-terutama gaya hidup - menentukan. Interaksi antara faktor-faktor ini dapat menjadikan kita sebagai salah seorang penyandangnya.
Tapi, faktor genetik, riwayat keluarga, bukan faktor penentu yang akan memastikan bahwa seseorang akan menderita diabetbes melitus atau tidak. Kalau orang tua, saudara anda penyandang diabetes melitus misalnya, itu bukan berarti anda pasti akan menjadi penyandang yang sama. Faktor genetik tetap sebagai sebagai faktor resiko saja. Sebagai faktor resiko, hanya berkaitan dengan kemungkinan, bukan kepastian. Dan, sampai sekarang juga belum dapat dipastikan sebesar apa pengaruh faktor keturunan itu terhadap berkembangnya penyakit diabetes pada seorang anak yang orang tuanya adalah penderita diabetes (tipe-2).
Bahkan, pada dua anak kembar identik dari orang tua yang sama yang menderita diabetes, belum tentu ke dua anak itu akan menderita diabetes pula. Dengan kata lain, walau satu anak mengidap diabetes, pasangan kembar lainnya dapat saja tidak, meskipun risikonya lebih besar dibandingkan anak kembar lain yang orang tuanya tidak ada faktor genetiknya.
Lalu, ada penulis yang menggambarkan faktor genetik itu seperti sebuah lilin yang ada dalam kantong anda, yang selalu anda bawa kemana-pun anda pergi. Lilin itu tidak akan menyala kalau tidak ada yang memantikkan api ke sumbunya. Pada diabetes melitus, pemantik itu adalah gaya hidup anda seperti gaya hidup santai, pola makan tidak sehat, obesitas, stres dan sebagainya.
Jadi kalau orang tua, atau saudara anda penyandang diabetes, anda juga diabetes, penyebab pasti diabetes anda tidak bisa dipastikan. Tidak seperti anggapan awam atau pasien ketika ditanya, kenapa gula darahnya tinggi atau diabetes? Tanpa ragu menjawab, Ayah atau Ibunya diabetes. Orang tua sering dijadikan alasan pembenaran untuk sakit yang sama oleh banyak pasien diabetes.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H