Lihat ke Halaman Asli

Irsyal Rusad

TERVERIFIKASI

Internist, FK UGM

Masih Bangga Punya Anak Gemuk?

Diperbarui: 19 Desember 2017   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joe Tan/Reuters

Melihat anak yang gemuk, gendut, bongsor atau apapun istilahnya untuk menunjukkan berat yang berlebihan masih mengundang decak kagum sebagian besar kita. Pipi yang tembem, perut yang buncit membuat kebanyakan kita tergoda untuk mengelitik dan mencubitnya.

Dan, secara kasat mata, sekarang anak-anak dan remaia yang gembrot mudah kita lihat. Coba saja main ke mal, ke sekolah, atau ke tempat-tempat umum yang lain, atau bahkan amati saja keluarga, anak tetangga kita,akan banyak kita temukan anak dan remaja yang gendut ini. Pernah saya iseng menghitung jumlah anak-anak yang gendut ini waktu ada karnaval di sebuah kota kecil.

Dari setiap 10 anak, saya lihat 1-2 orang di antaranya kelihatan gemuk. Saya tidak tahu persisnya berapa prevalensi anak gemuk, overweight atau obese di Indonesia. Tapi, menurut beberapa penelitian dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi kebaikan prevalensi anak-remaja gemuk tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara berkembang. 

Di Amerika Serikat, Canada misalnya, lebih dari 30 % anak dan remaja di bawah umur 19 tahun adalah overweight atau obese. Dengan kata lain 1 dari 3 anak dan remaja antara usia 2-19 tahun gemuk. Dan, semakin lama kecenderungan ini semakin meningkat

Lalu, anak yang gemuk, walau masih banyak orang tua yang merasa senang, dan juga mungkin bangga mempunyai anak yang demikian, dan sangat susah melihat anak yang agak kurus, ternyata, menurut penelitian tumpukan lemak di perut mereka yang buncit itu bukannya tanpa masalah. Banyak akibat buruk yang disebabkan oleh lemak di perut yang buncit itu, yang mempengaruhi kesehatan mereka baik fisik, mental, dan sosial.

Bahkan, akibat buruk itu tidak hanya dirasakan pada saat sekarang, tetapi juga setelah mereka dewasa. Beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, penyakit sendi, bahkan keganasan tertentu, yang pada umumnya dulu dianggap hanya menyerang orang dewasa, sekarang pada anak-anak, dewasa muda kasusnya banyak ditemukan.

Kasus diabetes mellitus tipe 2 misalnya, yang sebelumnya dianggap sebagai penyakit orang dewasa di atas usia 45 tahun, sekarang pada usia remaja, bahkan kelompok anak-anak pun sudah banyak yang menjadi penyandangnya.

Menurut CDC, anak-anak yang gemuk, atau obes mempunyai risiko tinggi untuk mengalami beberapa penyakit kronis dan akan mempengaruhi kesehatan fisiknya, seperti astma, sleep apnea (ngorok), mendengkur, problem sendi, diabetes tipe 2 dan menjadi faktor risiko penting penyakit jantung. 

Dan, tidak hanya itu, Anak yang gemuk, bongsor, gendut juga lebih sering mengalami diskriminasi sosial, dibulli, olok-olok, jadi objek pelecehan dari teman-temannya, dan juga ternyata akan mengalami risiko depresi lebih tinggi, merasa terasing dan percaya diri yang rendah.

Dalam jangka panjang, anak-anak yang gemuk ini setelah dewasa sebagian besar juga akan gemuk. Mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan, 70 % anak-anak yang gemuk ini juga akan tetap gemuk setelah mereka dewasa. Yang tentu saja ini akan menjadi faktor risiko penting beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung dan pembuluh darah, sindroma metabolik dan beberapa penyakit kanker tertentu.

Lalu, bagaimana hubungan anak yang gemuk dengan kemungkinan penyakit yang akan dialaminya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline