Ia tahu yang akan datang bukan lagi deburan takdir
Selendang yang menampar malam adalah kepastian
buat yang usai dan yang akan tiba
Sisanya mengabdi pada tabuh gendang dan malam
Tamu baginya bukan sekedar penonton, suluk atau kepulan kemenyan
Lebih dari itu ada yang tersimpan
Tentang siapa yang memeluk atau dipeluk
Yang tak tersentuh atau yang menyentuh
akan berpadu juga akhirnya
Ia biasa terbaring
Sedang kakinya mengikat pasangan mata-mata
Di alam yang antah barantah
ia rasakan irisan-irisan lembut pada kodratnya sebagai manusia
Disaat-saat itu ia sadar betul waktu adalah sosok malam seutuhnya
Disaat-saat itu ruang menjadi tanah dingin juga asing buat ditapaki
Di alam persinggahan ia juga sadar;
ada yang perlu direlakan utuk sisanya dipendam dalam-dalam
di balik selendang yang membungkus tubuhnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H