Lihat ke Halaman Asli

Penari Sintren

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ia tahu yang akan datang bukan lagi deburan takdir

Selendang yang menampar malam adalah kepastian

buat yang usai dan yang akan tiba

Sisanya mengabdi pada tabuh gendang dan malam

Tamu baginya bukan sekedar penonton, suluk atau kepulan kemenyan

Lebih dari itu ada yang tersimpan

Tentang siapa yang memeluk atau dipeluk

Yang tak tersentuh atau yang menyentuh

akan berpadu juga akhirnya

Ia biasa terbaring

Sedang kakinya mengikat pasangan mata-mata

Di alam yang antah barantah

ia rasakan irisan-irisan lembut pada kodratnya sebagai manusia

Disaat-saat  itu ia sadar betul waktu adalah sosok malam seutuhnya

Disaat-saat itu ruang menjadi tanah dingin juga asing buat ditapaki

Di alam persinggahan ia juga sadar;

ada yang perlu direlakan utuk sisanya dipendam dalam-dalam

di balik selendang yang membungkus tubuhnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline