Belum genap dua pekan melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid, sudah banyak keresahan dan kegelisahan yang saya rasakan, terutama soal pak ustad yang jadi imam tarawih di lingkungan tempat tinggal saya. Pak ustad, remnya blong, kah? Cepat amat bacaan alfatehah dan gerakan shalatnya. Tiba-tiba sudah salam aja. Sampai mikir, ini sudah rakaat ke berapa ya, enggak kerasa.
Begini, saya dilahirkan dari keluarga yang cukup religius. Almarhum ayah kami sangat keras soal pendidikan agama untuk anak-anaknya. Saking kerasnya, terkadang kalau kami lalai melaksanakan shalat 5 waktu, bukan hanya teguran lewat lisan, tapi satu tangkai sapu bisa patah jika Dia sudah geram melihat kami susah ditegur. Bahkan saya pernah ditampol di hadapan teman-teman, gara-gara ketahuan nongkrong di rental playstation (PS), padahal seharusnya saya sholat jumat di masjid.
Apa yang pernah saya rasakan saat kecil, adalah lazimnya pola didik orangtua zaman dulu. Tak usah bicara teori parenting, karena memang akan banyak poin negatifnya. Tapi ya sudahlah, nyatanya berkat didikan keras almarhum ayah kami, saat dewasa saya terbiasa dengan pola hidup disiplin dan mengerti cara menghormati orang yang lebih tua.
Kembali ke soal tarawih yang bikin saya jadi enggak khusyu’ karena gerakan imamnya cepat sekali.
Bagi sebagian jamaah, terutama jamaah yang berada di shaf belakang, shalat tarawih cepat berarti mereka dapat segera pulang. Bisa nongkrong lagi atau melanjutkan kegiatan makan malam.
Tapi bagi kami para kaum taubat tahunan, yang menjadikan bulan ramadhan sebagai momentum untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya, tentu merasa resah. Mestinya pak ustad yang menjadi imam tarawih, mengerti dan paham kondisi ini.
Saya ngerti sih maksud pak ustad, mempercepat gerakan dan bacaan biar tidak memberatkan jamaah dengan bacaan yang panjang-panjang. Saya juga bakal ngedumel kok kalau bacaannya sampai 1 juz. Tapi ya enggak ngacir-ngacir amatlah pak ustad. Setidaknya saya ngos-ngosan bukan karena capek kelamaan shalatnya, tapi capek karena ikutin gerakan pak ustad.
Pak ustad yang dirahmati Allah swt, sepengetahuan saya, salah satu syarat sah shalat adalah gerakan yang tuma’ninah. Artinya, perlu adanya jeda sejenak sebelum berganti gerakan. Saya tak tahu persis apa dalil qur’an atau haditsnya, yang jelas jika tidak ada tuma’ninah dalam shalat ibarat menghadap sang khalik dengan tidak hormat. Semoga pembaca memahami tujuan kita beribadah dengan tertib dan baik.
Terus terang nih pak ustad, saya kesulitan khusyu’ karena shalat tarawihnya super cepat. Baru selesai takbir, tiba-tiba sudah rukuk. Barusan rukuk, sudah i’tidal. Belum selesai bacaan tasyahud akhir, sudah salam. Waw, saya merasa seperti Goku yang terbang melayang bersama awan kinton!
Mohon untuk para imam yang mengabaikan pentingnya ada jeda dalam setiap gerakan shalat, bahwa shalat itu adalah bentuk kepasrahan , bukan bentuk sikap ketergesaan. Kira-kira inilah pemahaman dari guru ngaji saya saat kecil.