Mentri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti kembali membuat kebijakan terkait langkahnya dalam memerangi Illegal Fishing dan mengembalikan stock sumberdaya laut yang mulai berkurang akibat eksploitasi yang berlebih. Dikeluarkannya kebijakan PERMEN NO 02/2015 tentang pelarangan pukat hela ( trawl ) dan pukat tarik ( seine net ) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia menimbulkan polemik dikalangan nelayan dan pemangku usaha perikanan. Banyak nelayan yang melakukan protes yang dilakukan oleh para nelayan di seluruh penjuru Indonesia khususnya nelayan cantrang dan pukat.
Di Pati, Jawa Tengah, ribuan nelayan juga berunjuk rasa peraturan menteri kelautan. Jalur Pantura Pati - Rembang diblokir hingga menyebabkan kemacetan belasan kilometer. Gelombang menentang kebijakan ini juga terjadi di Tegal, Jawa Tengah. Para pengunjuk rasa bahkan menyisir sejumlah nelayan agar tidak berangkat melaut dan ikut bergabung berunjukrasa. Cantrang dan pukat dilarang karena kurang ramah lingkungan dan bisa menggaruk biota hingga dasar laut. Jika lingkunan laut rusak, maka yang rugi justru nelayan sendiri, karena jumlah ikan akan semakin berkurang. Namun sayangnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan belum memberikan solusi untuk menyediakan alat yang sesuai sebagai pengganti cantrang dan pukat. (http://news.liputan6.com, 2015 ). Dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan ini adalah akan banyak nelayan yang menganggur yang mayoritas 95 % menggunakan pukat hela dan pukat tarik, dan akan berpengaruh pula pada industri perikanan yang dimana akan berdampak pada stok bahan baku untuk diolah pasca penangkapan. Jika belum di temukan solusi maka akan timbul hal yang lebih di takutkan yakni meningkatnya kriminalitas karena kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi. Kemudian produksi ikan akan menurun khususnya komoditas udang yang menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia untuk pasar lokal maupun ekspor.
Menurut Pasal 7 pada PERMEN NO 02/2015 yang berisi :
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana diatur dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat BantuPenangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1466) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Inilah salah satu permasalah munculnya kebijakan ini , dimana kebijakan yang telah dibuat tidak diindahkan oleh yang membuat maupun yang melaksanakan kebijakan tersebut. Kepres 39/1980 yang menjadi kebijakan ‘sakti’ pun seakan diacuhkan dan membuat peraturan lewat PERMEN 2/2015 yang jelas memukul nelayan kecil yang mayoritas menggunakan alat tersebut.
Sosialisasi tentang kebijakanpun jarang menghadirkan dari berbagai pihak atau stakeholder sehingga terjadi banyak miskomunikasi dan tertutupnya aspirasi masyarakat khususnya nelayan, tak jarang nelayan tidak mengetahui kebijakan yang akan dikeluarkan sehingga nelayan tidak dapat mempersiapkan untuk mengikuti kebijakan yang akan diberlakukan seperti menyiapkan alternatif alat tangkap yang akan digunakan jika suatu kebijakan melarang suatu alat tangkap.
Membuat sebuah kebijakan tidak semudah menjawab pertanyaan pilihan ganda saat kita duduk di bangku penididikan, harus melihat kondisi dahulu, sekarang dan masa yang akan datangtentang kondisi yang akan diatur dalam sebuah kebijakan. Keterlibatan semua pihak harus diikutsertakan dalam membuat sebuah kebijakan sehingga kebijakan tidak hanya dibuat oleh individu atau instansi yang berwenang namun aspirasi dari pemain dan masyarakat harus dilibatkan sehingga terjadi sinergi yang baik dari semua pihak.
Sosialisasi kebijakan harus diberitahukan secara merata sehingga semua pihak tahu tentang kebijakan apa yang telah dibuat.
Kebijakan menegenai pengembalian stok sumberdaya laut ( konservasi ) seharusnya diberikan durasi atau waktu berlakunya kebijakan tersebut jika terlalu lama maka nelayan dan pelaku usaha perikanan akan mengalami kerugian, berlakukan seperti kebijakan moratorium yang didalamnya terdapat lamanya moratorium itu berlaku.
(MIT)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H