Lihat ke Halaman Asli

Mengkritik Pendidikan S2 yang Teoritis

Diperbarui: 4 Februari 2016   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seyogyanya untuk jenjang S2 tiap mata kuliah itu diberikan studi kasus, dibicarakan di kelas, dipimpin dosen, didiskusikan dan dicari the best alternative solution. Pengalaman ini kemudian bisa dibawa (mahasiswa S-2) ke kantor masing-masing untuk diaplikasikan. Pengalaman mencari the best alternative solution ini akan melatih insting/pikiran mahasiswa menjadi lebih responsif ketika memasuki dunia kerja. Di sisi lain, mahasiswa akan lebih terlatih menganalisa permasalahan untuk dicari solusi.

Saya sangat setuju dengan alasan beberapa Dosen yang mengatakan "Memberikan banyak teori untuk dijadikan kaca mata dalam melihat kasus. Di belahan dunia metode teori dan implementatif sama-sama hebatnya."

Oke!! Alasan ini masuk akal, mungkin itu adalah sebuah pilihan dalam memilih metode dalam mengajar. Tetapi harus juga dipertimbangkan bahwa Guru itu adalah sebuah figur untuk dicontoh. Secara tidak langsung guru itu melatih kebiasaan cara pandang murid untuk cenderung menerapkan ilmu degan cara yang sama dari yang dilihat dari Gurunya. Bila guru selalu mengajar denga cara teoritis, secara tidak disadari siswa akan mencontoh cara guru dalam mengajar. Bayangkan bila proses belajar yang sangat toeritis ini terjadi di Jurusan ilmu kependidikan yang ke depannya melahirkan calon-calon guru. Tentu saja cara-cara teoritis tersebut akan menggenerasi ke calon guru2 yang lain ketika nanti mereka menjadi guru.

Bagi saya model pembelajaran teoritis untuk memberikan bekal kacamata cukuplah di S1. Untuk S2 sudah waktunya mahasiswa diajak melihat kasus dan problem fakta di lapangan untuk dianalisa dengan teori demi solusi yang terbaik atau the best alternative solution. Mahasiswa akan terlatih mencari masalah dalam bidangnya dan terbiasa menginplementasikan teori sebagai kacamata tersebut dengan benar dan baik. Jangan sampai siswa menjadi tidak peka terhadap suatu masalah sehingga masalah tersebut terus ada menggerogoti kualitas penddikan di tempatnya mengajar karena calon-calon guru hanya terbiasa cara membaca teori dan mengkaji tidak terbiasa menemukan masalah dan menggunakan teori sebagai kacamata tersebut. Semangat untuk pendidikan yang lebih baik Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline