Lihat ke Halaman Asli

Rindu

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiba-tiba saja aku merindukannya. Rindu ini menyeruak, menggedor-gedor pintu hati. Memaksa keluar, melampiaskan dengan cara bertemu dengannya. Rindu ini membuncah, lewat tangis air mata kerinduan yang sudah sejak lama hanya bisa tersimpan di hati.

Aku rindu senyum manisnya. Aku rindu tawanya saat ia menertawakan kekonyolan yang ku lakukan. Aku rindu tatapan matanya yang penuh makna. Aku rindu setiap hal konyol yang ia lakukan hanya agar bisa melihatku tertawa. Aku rindu segala hal tentang dirinya.

Tetapi, aku paling rindu tatapan matanya yang sendu dan menyiratkan kesedihan kala pernyataan menyakitkan itu terucap dari bibirnya.

Kita tak bisa bersama lagi.

Itulah yang terakhir.

5 kata itu, yang membuat kami berdua menjadi orang asing. Membuat kami memutuskan kembali berbelok menuju jalan kami masing-masing. Membuat kami kembali berpisah di persimpangan jalan hidup kami masing-masing, tanpa tahu kapan bisa bertemu kembali.

Kembali, aku terhenyak dalam ruang masa lalu. Namun kini, aku harus menampar diriku sendiri. Ini yang dia inginkan, aku bisa apa?

Yang aku bisa lakukan hanya menatapnya nanar. Menatap setiap gerak-geriknya. Menatap segala kesibukannya. Menatap segala canda tawanya. Menatapnya tengah kelelahan dengan semua kegiatannya. Hanya itu.

Aku tahu, aku tak ada hak lagi atas dirinya. Aku tahu, aku tak lagi dia lihat. Dia sibuk dengan dunianya sendiri.

Aku tahu, kadang rindu ini tiada berarti.

Tetapi, rindu ini tidak bisa terhapus begitu saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline