Lihat ke Halaman Asli

Iron Fajrul

Pengacara dan dosen

Cyberterritorial: Hambatan Penegakan Hukum Cybercrime

Diperbarui: 5 Juni 2023   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Talkshow dimana Penulis adalah Narasumber

Saat ini manusia sangat terikat dengan internet. Internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, dan memiliki dampak yang besar pada cara kita berkomunikasi, bekerja, belajar, berinteraksi, dan mendapatkan informasi. Namun demikian terikatnya manusia dengan internet juga membawa tantangan dan risiko tertentu seperti keamanan online, privasi, dan ketergantungan yang berlebihan. Hukum mengatur dunia digital dimana juga memiliki implikasi yang signifikan pada dunia nyata. Dunia digital yang semakin maju dan terkoneksi erat dengan kehidupan kita sehari-hari telah memunculkan berbagai isu hukum yang perlu diatasi. Salah satunya ialah Kejahatan cyber, seperti serangan siber, pencurian identitas, dan penipuan online, merupakan ancaman serius dalam dunia digital.

Angka kerugian akibat kejahatan cyber di dunia secara keseluruhan sangat sulit untuk ditentukan secara pasti karena banyak kejahatan cyber tidak dilaporkan atau terdeteksi. Namun, beberapa laporan dan perkiraan telah mencoba untuk menggambarkan dampak ekonomi yang signifikan dari kejahatan cyber. Menurut laporan dari Cybersecurity Ventures, perkiraan kerugian akibat kejahatan cyber di seluruh dunia akan mencapai 6 triliun dolar pada tahun 2021.  Kemudian data terkini menyebutkan kerugian mencapai US$8,44 triliun atau sekitar Rp129.643 triliun (kurs Rp15.361/US$) pada 2022.  Dimana mencakup biaya pemulihan dari serangan, kerugian bisnis, hilangnya data, biaya keamanan tambahan, dan dampak lainnya.

Data Statistik Kerugian akibat Kejahatan Cyber

Kemudian dari Data spesifik mengenai kerugian kejahatan cyber di Indonesia menurut Laporan Survei Kejahatan Siber Nasional yang diterbitkan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Indonesia pada tahun 2019, kerugian akibat kejahatan siber di Indonesia mencapai sekitar 12 triliun rupiah pada tahun 2018. Ini termasuk kerugian finansial, kerugian reputasi, dan kerugian lainnya yang ditimbulkan dari serangan cyber. Penanganan cybercrime dalam sistem peradilan pidana oleh Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian menindak 8.831 kasus kejahatan siber sejak 1 Januari hingga 22 Desember 2022.

Hingga saat ini kerugian akibat kejahatan cyber cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kompleksitas serangan dan penyebaran teknologi digital yang semakin luas. Sektor  bisnis dan pemerintah di seluruh dunia terus berupaya untuk meningkatkan keamanan cyber, meningkatkan kesadaran akan ancaman cyber, dan memperkuat kerangka kerja hukum untuk melindungi diri dari serangan dan meminimalkan kerugian.

Cybercrime, atau kejahatan cyber, merujuk pada kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer atau jaringan komunikasi elektronik. Ahli hukum memberikan berbagai definisi dan pandangan mengenai arti cybercrime, Menurut Prof. Yvonne Jewkes, seorang ahli kriminologi, cybercrime adalah "tindakan kriminal yang melibatkan penggunaan teknologi komputer sebagai alat, sasaran, atau tempat kejahatan.";  Menurut Ahli hukum pidana, Prof. Jonathan Clough, mengartikan cybercrime sebagai "tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer atau jaringan komunikasi elektronik."; kemudian menurut Prof. Susan W. Brenner, seorang ahli hukum pidana, menggambarkan cybercrime sebagai "kejahatan yang melibatkan penggunaan komputer atau jaringan komputer untuk melakukan tindakan ilegal."

Berikut ini beberapa contoh umum bentuk-bentuk cybercrime:

1. Serangan Siber (Cyber Attacks): Meliputi serangan seperti serangan DDoS (Distributed Denial of Service), serangan malware, serangan ransomware, serangan phishing, dan serangan peretasan (hacking) terhadap sistem komputer atau jaringan.

2. Pencurian Identitas (Identity Theft): Kejahatan ini melibatkan pengambilalihan identitas pribadi seseorang, termasuk informasi pribadi, data keuangan, atau data login, dengan tujuan untuk melakukan penipuan atau aktivitas ilegal lainnya.

3. Penipuan Online (Online Fraud): Ini mencakup penipuan melalui email, pesan teks, atau situs web palsu yang mengecoh orang untuk memberikan informasi pribadi, mengungkapkan data keuangan, atau mentransfer uang kepada penipu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline