Lihat ke Halaman Asli

Ulasan Film : Comic 8

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1391165646755014051

Kadar kelucuan atau kekonyolan sebuah film komedi itu nggak ada parameternya. Beda dengan film horror yang punya parameter ketakutan, jijik atau ngeri. Ibaratnya film horror itu dibuat untuk mengetes sampai tahap mana kita bisa ngerasa takut atau jijik saat adegan demi adegan horror diumbar secara brutal. Setiap film horror yang muncul bakalan berusaha untuk memberikan level horror baru demi melampaui level ngeri  dari film-film horror yang pernah dibuat sebelumnya. Hal ini beda dengan film komedi, film komedi nggak pernah bisa untuk menyuguhkan kekonyolan atau kelucuan demi melampaui film sebelumnya. Setiap orang pun punya level humor yang berbeda dengan orang lainnya, lain ladang lain belalang, lain silikon Nikita Mirzani lain pula silikon Julia Perez.

Fico, Bintang & Babe adalah trio pecundang yang berniat merampok Bank denganskillminimalis preman gang. Ernest, Arie & Kemal adalah anak-anak orang kaya yang juga berniat merampok Bank dengan dukungan amunisi & persenjataan sekelas Frank Castle. Mongol & Mudy adalah pasanganpistolerosyang juga berniat merampok Bank dengan motivasi tampilan El Mariachi. Intinya adalah 8 pemuda (oke, 7 pemuda & 1 orang yang saya sendiri masih bingung dikategorikan Pemuda atau Pemudi atau Bunda Dorce) itu terbagi menjadi 3 kelompok yang bertujuan merampok Bank yang sama. Nama Banknya adalah Bank Ini. Karena merampok Bank itu nggak semudah menerbitkan Novel Remaja dengan jaminan bahwa apabila jumlahfollowerstwitter banyak maka novelnya akan laku, maka akhirnya skenario perampokan Bank pun batal yang akhirnya menyebabkan 8 orang yang terbagi menjadi 3 grup rampok itu pun memutuskan berkoalisi layaknya partai-partai politik poros tengah.

Tiba-tiba pasukan polisi datang untuk menggagalkan aksi perampokan, disini negosiator serta komandan kepolisian untuk menggagalkan perampokan itu adalah Nirina Zubir & anggotanya yang diperankan seorang pria yang gemar mengumbar bahasa inggris layaknya para pemilik akun twitter selebtwit intelektual. Kekacauan demi kekacauan berbalut komedi pun digelontorkan saat aksi perampokan terjadi, apalagi ditambah dengan munculnya Bapak Indro yang juga diperankan sendiri oleh Indro Warkop. Usut punya usut ternyata 8 perampok itu adalah pasien rumah sakit jiwa yang diketahui lewat gelang yang mereka pakai. Ya disini beda-beda tipislah dengan keadaan nyata dimana untuk membedakan seseorang mencandui twitter itu bisa dilihat dengan iphone 5 atau smart phone yang mereka pakai, semakin canggih gadgetnya semakin aktif seseorang di akun media sosial.

Ini adalah film komedi, semua susunan kata-kata, kalimat, quote atau apalah namanya dalam duniaComictentang bagaimanapunchlineagar orang tertawa diumbar tanpa henti. Tapi masalahnya semua materi leluconnya mungkin sudah pernah kita dengar atau liat saat mereka berdiri membanyol, butuh hal baru untuk dikeluarkan dalam film agar seseorang bisa tertawa lebih lebar. Contohnya permintaan seorang perampok untuk memindahkan Ibu Kota Negara Indonesia ke Papua, sepertinya materi itu pernah kita dengar saat yang bersangkutan sedangperformdalam acara Stand Up Comedy, satu lagi contohnya tentang lelucon kesukuan Cina & Arab, kita juga pernah dengar tentang hal itu, jadi untuk mengulang tertawa kayaknya kita cukup butuh senyum, bukan tertawa lebar saat kita membaca kegalakan Ibu Negara apabila ada yang bertanya macam-macam di akun Instagramnya.

Departemen akting para pemainnya pun tampil ala kadarnya, mereka memang berusaha membanyol, semaksimal mungkin mereka mencoba untuk melucu, tapi masalahnya mereka itu komedian yang berdiri menghibur dengan materi bercerita bukan menghibur untuk melucu dengan materi sambil berakting. Itu adalah 2 hal yang berbeda, aktingnya memang nggak berarti sangat parah sampai kita nggak bisa ketawa, maksimal kita masih bisa senyum waktu nonton film ini, minimal kita bisa diem sambil berkata dalam hati‘nyet… ini lucunya dimane?’Ekspektasi nonton film ini memang nggak bisa dipancang setinggi langit saat awal pertama kita menonton film Warkop DKI, emangnya kita pernah ingat kapan pertama kali kita nonton film Warkop DKI? Judul film Warkop DKI apa yang pertama kali kita tonton? Mungkin kita nggak ingat judulnya tapi kita ingat bahwa kita tertawa saat pertama kali nonton Warkop DKI.

Intinya kita nggak bisa mengharap banyak karena mereka bukan aktor komedi, mereka cuma komedian yangberbekal microphone ditangan & materi untuk mengocok perut, mereka butuh banyak belajar & penonton pun butuh banyak maklum kalau ternyata ekspektasi untuk tertawa ternyata tidak sebesar yang diinginkan, ya mau gimana lagi? mereka toh bukan aktor komedi kan? AA Gatot Brajamusti pun bukan orang yang kompeten dalam memimpin PARFI tapi kita pun tetap maklum. Iya kan?

Twist Ending, film ini menyuguhkanTwist Endingyang menurut saya apabila dikemas lebih rapih & cakep hasilnya pasti akan lebih baik daripada hasil akhir film ini. Tapi biar bagaimana pun usaha Anggy Umbara untuk membuat film ini menjadi menarik & lucu tetap harus dihargai, usaha &nawaituadalah awal dari semuanya. Niatnya memang untuk melucu, targetnya mungkin bagi kalangan remaja yang gemar menonton Stand Up Comedy & mengidolakanComicsyang bermain di film ini. Tapi dengan tampilnya Nikita Mirzani yang bermodalkan keseksian (serta kebanalan akting) jelas bukan hal yang cocok untuk ditonton oleh anak-anak dibawah umur, belum lagi dialog tentang ‘Daun Bob Marley’, ‘Ukuran kelamin orang Arab’, atau lelucon-lelucon bernafaskan kepornoan lainnya sepertinya perlu diperhatikan. Bukannya saya sok moralis, tapi masalahnya memang anak-anak SMP & SMA yang memenuhi kursi bioskop untuk menonton film ini. Beda halnya kalau yang menonton adalah orang-orang model Arifinto yang gemar nonton film kategori Brazzers saat sidang.

Jujur, Saya nggak tertawa lebar saat menonton filmnya, tapi setidaknya ini adalah pengalaman dimana saya pernah menonton film yang sebagian pemerannya adalah para Stand Up Comedian terkenal. Mungkin yang salah adalah saya & selera humor saya. Mungkin buat orang lain film ini cukup lucu & menghibur, tapi buat saya film ini biasa saja, biasa banget. Tapi kalau mau memberikan sedikit highlight, saya suka dengan cara Ernest Prakasa bermain di film ini. Buat saya di film ini Ernest tidak sedang bermain komedi, dia berakting dengan serius, bahkan buat saya cukup menjanjikan apabila Ernest main di film yang bukan Komedi.

Akhir kata, mendingan lebih baik tonton sendiri film ini, buktikan apakah selera humor kamu cukup rendah & bisa tertawa lebar saat menonton film ini?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline