Lihat ke Halaman Asli

Irna Djajadiningrat

Pegiat Literasi

"Page Not Found": Sebuah Pengadilan Imajiner

Diperbarui: 22 Juli 2022   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Saya terperangah mendapatkan diri saya berada dalam barisan panjang yang tampak tak berujung. Tidak ada yang bercakap-cakap, berbisik apalagi tertawa-tawa. Semua diam… senyap. Saya tak mampu menghadirkan ingatan saya betapanpun saya mengupayakannya. Dalam pengamatan saya, tidak ada seorang pun yang saya kenali baik di belakang maupun di depan saya.

Setelah sekian lama berlalu, saya hampir tiba di urutan terdepan. Akhirnya saya bisa melihat bahwa di hadapan barisan yang mengular duduk seorang “Petugas” berwajah teduh dan tenang yang menghadap ke semacam komputer. Ia tampak mengajukan pertanyaan kepada seorang perempuan di depan saya. Sungguh saya tidak mampu menahan diri untuk tidak mencuri dengar apa yang diperbicangkan.

“Petugas” :Perbuatan baik apa yang sudah dilakukan pada tahun terakhir?

Perempuan :(Senyap) Saya tidak mengingatnya.

“Petugas” : (Menunduk…) Tidak satu pun?

Perempuan : Saya tidak biasa mengingatnya.

“Petugas” : Bagaimana dengan perbuatan buruk?

Perempuan :(Menunduk… tidak lama kemudian terdengar isak tangis). Banyak sekali. Saya butuh waktu lama untuk menyebutkan satu persatu.

“Petugas” : (Menghadap ke layar dengan serius). Berhentilah menangis. Perhatikan itu.

“Petugas” menunjuk ke layar besar di pojok lapangan luas tempat kami berbaris. Dengan rasa ingin tahu urusan orang yang sangat besar, saya ikut menoleh ke layar besar yang ditunjuk. Tertulis dengan besar “PAGE NOT FOUND”.  Wajah “Petugas” terlihat terang dan benderang. Akhirnya perempuan tersebut dipersilakan masuk melalui pintu sebelah kanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline