Belakangan ini saya memiliki tambahan pekerjaan di kantor, yakni memberikan pendampingan kepada mahasiswa/i calon apoteker yang sedang menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di masa-masa akhir pendidikan profesi apoteker mereka. Tujuan PKPA ini adalah supaya calon-calon apoteker tersebut memperoleh pengalaman langsung di lapangan mengenai praktik kefarmasian di dunia kerja.
PKPA umumnya diselenggarakan dalam kurun waktu tertentu di beberapa tempat/sarana. Misalnya sarana/fasilitas produksi (Industri Farmasi), fasilitas distribusi (Pedagang Besar Farmasi/PBF), fasilitas pelayanan kefarmasian (Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Apotek, Toko Obat, Klinik), dan lembaga pemerintahan (Kementerian Kesehatan, Badan POM, dan Balai POM).
Kebetulan tempat saya bekerja termasuk dalam fasilitas distribusi, jadi saya punya tanggung jawab untuk memberikan pengalaman riil mengenai operasional distribusi di PBF kepada para calon apoteker tersebut. Namun sungguh disayangkan, ketika saya tanya mengenai apa yang mereka ketahui tentang distribusi obat? Tidak ada satupun yang bisa menjawab dengan lugas.
Ternyata oh ternyata, mereka tidak memperoleh sesi atau mata kuliah terkait distribusi obat di kampus. Padahal nyatanya, pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik telah diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) pertama kali sejak tahun 2003, dan telah diperbaharui pada tahun 2012, dan terakhir tahun 2020.
Kurikulum Program Studi Apoteker
Saya lulus dan disumpah sebagai apoteker sekitar 11 tahun yang lalu (duh sudah lama juga ya ternyata) dan saat itu saya juga tidak mendapat kuliah khusus terkait distribusi obat. Memang di masa saat saya kuliah, prinsip CDOB belum diterapkan secara mandatory (wajib) oleh sarana distribusi obat, sehingga bisa jadi ilmu distribusi obat belum masuk dalam kurikulum pendidikan apoteker karena dianggap standar dan implementasinya belum baku.
Namun pada awal 2020, Badan POM telah mewajibkan sertifikasi CDOB kepada sarana distribusi obat (Pedagang Besar Farmasi/PBF) sebagai persyaratan dasar operasional PBF. Saya berasumsi bahwa pada saat inilah pedoman sistem mutu distribusi obat telah settle diatur oleh BPOM RI karena memang bidang distribusi obat tidak kalah krusialnya dibanding bidang produksi obat.
Berdasarkan hasil penelusuran saya ke laman-laman universitas yang memiliki program studi profesi apoteker (PSPA), mata kuliah wajib masih seputar farmasi industri, farmasi klinis, manajemen perapotekan, compounding & dispensing, farmakoterapi, perundang-undangan dan etika profesi. Hanya ada beberapa universitas yang memasukkan bidang distribusi farmasi ke dalam kurikulumnya. Itupun lebih banyak ke mata kuliah pilihan.
Herannya, sebagian besar universitas sudah memasukkan PBF sebagai lokasi PKPA wajib. Akibatnya ketika calon-calon apoteker tersebut praktik kerja di PBF, mereka tidak memiliki dasar teori yang memadai di bidang distribusi. Akibatnya, seringkali mereka tidak paham apa yang harus dikerjakan atau 'dicari'. Padahal tujuan PKPA adalah supaya calon apoteker dapat mengamati dan mengalami langsung seperti apa penerapan teori dalam dunia kerja yang sebenarnya.