"Kapan nikah?"
Saya kira pertanyaan di atas merupakan salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh keluarga/teman saat momen-momen reuni atau hari raya besar, paling dihindari oleh para kaum single, tidak jarang dibahas panjang lebar dalam blog-blog di dunia maya, hingga seringkali dibuat konten di media sosial.
Pertanyaan ini ada yang dilontarkan dengan maksud serius, tapi ada juga yang hanya untuk sekadar basa-basi, atau sampai ada juga yang nanya cuma karena penasaran tingkat arwah alias kepo.
Tentu ada banyak versi jawaban dari pertanyaan keramat ini. Mulai dari jawaban diplomatis seperti 'Doain aja yah', sampai jawaban ngasal macam 'Kalau nggak Sabtu ya Minggu. Memang kalau saya nikah, situ mau ngasih amplop berapa?'
Biasanya sih jawaban-jawaban yang dilontarkan sengaja diberi kesan menggantung dan diplomatis supaya tidak berlanjut panjang kali lebar. Kenapa?
Karena nyatanya masih banyak yang belum siap menerima jawaban jujur macam, 'Belum kepikiran tuh. Masih sibuk ngejar pendidikan dan cari uang yang banyak biar nggak terus-terusan minjem seratus kayak kamu'. Eh tapi, berapa banyak sih yang berani ngasih jawaban seperti ini?
Alasan Millenials Menunda Pernikahan
Well, boleh dibilang kelompok usia produktif di Indonesia saat ini didominasi oleh generasi milenial. Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi milenial telah mengalami banyak tren perubahan di berbagai sektor seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, hingga politik.
Dengan perkembangan teknologi-informasi yang begitu pesat, mereka pun memiliki akses yang lebih luas pada segala hal yang ingin mereka ketahui dan pahami. Hal ini menyebabkan generasi milenial lebih open-minded dalam berbagai hal, termasuk urusan pernikahan.
Jika generasi sebelumnya menganggap pernikahan adalah salah satu fase yang sudah layak dan sepantasnya dialami oleh setiap orang yang sudah cukup umur (kecuali mereka yang memutuskan selibat karena agama tertentu), kini generasi milenial lebih banyak memiliki opsi terkait keputusan soal pernikahan.
Belakangan ini negara-negara maju di kawasan Asia seperti Jepang, China, Korea Selatan menunjukkan kekhawatirannya terhadap penurunan laju populasi warganya. Hal ini karena kaum muda yang saat ini mendominasi kelompok usia produktif lebih memilih untuk menunda pernikahan.